Sukses

Struktur Gaji Baru PNS, Wajarkah Penghasilan Presiden Rp 553 Juta?

Memang sudah sewajarnya jika gaji Presiden dan Wakil Presiden diusulkan mengalami peningkatan.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah melakukan pembahasan mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Gaji untuk para Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam RPP tersebut, disebutkan sistem penggajian PNS yang baru yang berdasarkan indeks penghasilan.

Dengan indeks penghasilan yang ditetapkan dalam RPP tersebut, penghasilan Presiden RI diasumsikan bisa mencapai Rp 553 juta. Lalu, wajarkah jika Presiden Jokowi memiliki penghasilan sebesar itu?

Pengamat Pelayanan Publik dari Universitas Indonesia Lina Miftahul Jannah mengatakan, sebenarnya dengan gaji presiden saat ini yang hanya Rp 62 juta dianggap terlalu kecil. Telebih tanggung jawab Presiden sangatlah besar.

Menurut Lina, memang sudah sewajarnya jika gaji Presiden dan Wakil Presiden diusulkan mengalami peningkatan.

"Hanya saja di tengah kondisi saat ini yang PNS tidak naik gaji sejak 2015, apa itu wajar? Kalau diusulkan naik, saya setuju, cuma jumalhnya kalau Rp 500 juta terlalu drastis sepertinya," kata Lina kepada Liputan6.com, Jumat (9/3/2018).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perbandingan Negara Lain

Lina membandingkan gaji pimpinan beberapa negara. Seperti di China, XI Jin Ping saat ini memiliki gaji setiap bulannya sekitar Rp 300 juta. Sementara di Singapura, gaji Perdana Menteri justru mencapai Rp 22 miliar.

Dari gaji para pimpinan negara tersebut, disimpulkan Lina, besaran gaji tetap harus disesuaikan dengan keuangan masing-masing negara. "Mungkin kalaupun naik di kisaran Presiden China masih masuk akallah," tegasnya.

 

3 dari 3 halaman

Dipikirkan Kembali

Sementara itu, ekonom dari INDEF Bima Yudhistira berpendapat, di tengah kondisi saat ini, alangah lebih baik jika rencana perunahan struktur penggajian PNS yang kemudian mengakibatkan kenaikan penghasilan tersebut untuk tidak direalisasikan terlebih dahulu.

Menurutnya, saat ini fiskal pemerintah cukup sempit. Hal itu terukti dengan realisasi penerimaan pajak yang dalam dua tahun terakhir hanya tumbuh 4 persen. Di sisi lain, harga minyak dunia terus mengalami tren kenaikan yang kemudian beresiko terhadap anggaran subsidi.

Tak hanya itu, pemerintah saat ini tengah fokus percepatan pembangunan infrastruktur, dimana tahun ini dianggarkan lebih dari Rp 400 triliun.

"Jadi pemerintah perlu kaji kebijakan itu lebih matang dan mitigasinya ke ekonomi," ucap Bima.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.