Sukses

Batavia Air, Maskapai yang Lahir dari Perusahaan Agen Travel

Perjalanan maskapai penerbangan Batavia Air berakhir kurang menyenangkan. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pailit yang diajukan ILFC terhadap PT Metro Batavia.

Perjalanan maskapai penerbangan Batavia Air berakhir kurang menyenangkan. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pailit yang diajukan International Lease Finance Corporation (ILFC) terhadap PT Metro Batavia.

Padahal nasib Batavia Air sebelumnya sempat akan mengalami perubahan ketika maskapai penerbangan murah asal Malaysia melirik perusahaan milik. Sayangnya, induk usaha Air Asia Berhad dan OT Fersindo Nusaperkasa memutuskan membatalkan rencana akuisisi tersebut.

Dikutip liputan6.com dari hasil analisa yang dibuat OSK Investment Banking, Kamis (31/1/2013), Batavia Air memulai bisnisnya sejak tahun 2002. Yudiawan Tansari merupakan pemilik dari perusahaan yang bermula dari bisnis keluarga tersebut. Sejak saat itu, Batavia terus berkembang menjadi maskapai penerbangan domestik dan tumbuh siginifikan.

Sebelum mendirikan maskapai penerbangan Batavia, Yudiawan sebetulnya telah berkecimpung dalam dunia penerbangan dengan mendirikan perusahaan jasa travel, PT Setia Sarana Tour & Travel pada 1973. Berbekal pengalaman selama dua dekade ini, Yudiawan memutuskan untuk masuk dalam bisnis penerbangan.

Pada 2006, Yudiawan sebetulnya telah memiliki rencana untuk menjual bisnis keluarganya tersebut. Namun hasrat tersebut diurungkan.

Seiring waktu, Batavia sebetulnya berpeluang untuk menjual bisnisnya setelah raksasa penerbangan murah asal Malaysia, Air Asia, berminat membeli 100% saham perusahaan. Sayangnya pada Oktober 2012, Air Asia Berhad dan mitranya PT Fersindo Nusaperkasa memutuskan membatalkan rencana pembelian saham Batavia. Air Asia memilih untuk mengajak kerjasama operasional dengan perusahaan tersebut.

Gagal diakuisi Air Asia, Batavia berusaha tetap menjalankan roda operasional perusahaan diantaranya dengan menambah jumlah armadanya. Batavia pun bersepakat untuk terikat perjanjian sewa atas pesawat berbadan besar jenis Airbus A330-202 dengan nomor seri pabrikan 205. Pesawat tersebut juga disewakan bersama dua mesin General Electrik CFG-80EIA4, untuk jangka waktu enam tahun.

Namun karena ketidakmampuan membayar utangnya, Batavia Air harus menerima nasib diajukan ke pengadilan niaga Jakarta Pusat dalam kasus pemailitan. Nasib Batavia Air, untuk sementara, ini mungkin akan berakhir. Batavia mungkin takkan lagi terlihat di langit nusantara. (Shd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini