Sukses

Modal Terbatas, Maskapai Kecil Akan Kalah Bersaing

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di atas 6% menjadi ladang emas bagi maskapai penerbangan lokal maupun asing untuk berebut 'kue' atau pangsa pasar di Tanah Air.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di atas 6% menjadi ladang emas bagi maskapai penerbangan lokal maupun asing untuk berebut 'kue' atau pangsa pasar di Tanah Air.

Namun pailitnya maskapai Batavia Air seolah memberi jawaban bahwa operator kecil dengan modal terbatas sulit bertahan hidup di tengah pemain-pemain besar.

"Inilah saatnya maskapai penerbangan besar untuk bersaing mendapat porsi pasar lebih banyak. Sementara maskapai penerbangan kecil akan bangkrut," kata Toto Nursatyo, Kepala Komersial Sriwijaya Air seperti dikutip Reuters, Jumat (8/2/2013).

Batavia menjadi korban tipisnya marjin akibat sesaknya persaingan di industri penerbangan dalam negeri. Alhasil, keuntungan tersebut tidak mampu menutup kebutuhan operasional, apalagi membayar sejumlah utang.

Setelah Batavia, diprediksi akan lebih banyak lagi operator penerbangan yang bakal bernasib sama.

Menurut data Kementerian Perhubungan, terdapat 22 penerbangan komersial lokal yang aktif, tidak termasuk kargo dan maskapai penerbangan sewa.

Beberapa operator penerbangan yang memiliki perkembangan pasar cukup cepat dan paling kompetitif, antara lain Lion Air, Malaysia AirAsia Bhd, PT Garuda Indonesia Tbk, dan PT Mandala Airlines, sebagian dimiliki oleh Tiger Airways Ltd.

Para operator penerbangan kecil ini terpaksa menjual tiket dengan harga jauh di bawah titik impas.

"Kompetisi telah meningkat dan yang lemah akan keluar. Pemain kecil semakin sulit untuk bertahan," papar Shukor Yusof, Analis Penerbangan di Divisi IQ Standard & Poor `s Capital yang berbasis di Singapura.

Tapi, berdasarkan hasil penelitian dari konsultan McKinsey & Co, Indonesia memberikan peluang cukup jelas bahwa pada 2030, sekitar lebih dari 90 juta orang akan menjadi konsumen penerbangan.

Angka ini bahkan melampaui jumlah penumpang di China dan India.

Lanjutnya, Lion Air bakal menguasai hampir separuh dari pasar, diikuti Garuda Indonesia sekitar seperempatnya, Sriwijaya Air hampir 12% dan Merpati Nusantara Airlines sebanyak 3%.

Sayangnya, maskapai penerbangan kecil terhimpit keterbatasan modal untuk menutupi rendahnya tarif penerbangan, kebutuhan di bandara dan sebagainya.

"Di Indonesia, pasar sangat terfragmentasi dan kompetitif, sehingga kita bisa melihat ada satu operator yang kurang sehat untuk industri. Sehingga walaupun ada yang bangkrut bukan berarti pertumbuhan ikut mati," ujar Brendan Sobie, Kepala Analis di Pusat Asia Pasifik Aviation di Singapura. (Fik/Nur)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini