Sukses

Tak Zaman lagi, Perusahaan Keluarga Bergantung pada Penguasa

Pakar pengelolaan perusahaan keluarga A.B. Susanto, menilai perusahaan-perusahaan keluarga untuk tidak lagi menggantungkan ‘nasib’ kepada penguasa politik demi mengamankan keberlangsungan bisnisnya.

Pakar pengelolaan perusahaan keluarga A.B. Susanto, menilai perusahaan-perusahaan keluarga untuk tidak lagi menggantungkan ‘nasib’ kepada penguasa politik demi mengamankan keberlangsungan bisnisnya.

Cara yang ditempuh tersebut, misalkan dengan melibatkan diri pada partai penguasa, atau calon penguasa. Hal ini dianggap konvensional, dan tak lagi relevan.

“Banyak perusahaan keluarga yang cenderung membina hubungan dekat dengan penguasa, politisi, atau partai politik dengan tujuan mendapat perlindungan. Hal ini lumrah dilakukan di era sebelumnya, namun keadaannya sekarang berbeda karena jalan seperti itu tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan,” kata dia, Senin (18/2/2013).

Dia menyatakan lingkungan sosial politik saat ini mengalami dinamika yang cepat. Naik turun pamor elit penguasa, dapat mempengaruhi perusahaan yang menyokong di belakangnya. Alih-alih tak mendapatkan proteksi, perusahaan tersebut malah ikut turun pamor, bahkan gulung tikar.

"Kelompok (perusahaan keluarga) yang lebih besar saja tidak ada jaminan jika bergabung dengan penguasa, contohnya kasus yang baru saja terjadi 2 pekan belakangan, di sini (kasus suap daging impor, yang melibatkan PT Indoguna," tutur dia.

Menurut dia, sudah saatnya perusahaan keluarga meningkatkan profesionalisme daripada menghambur-hamburkan uang untuk mendekati partai peserta pemilu 2014, atau penguasa.

Saat ini tercatat ada sekitar 165 ribu perusahaan. Dari jumlah itu, 90% diantaranya tergolong perusahaan keluarga.

Dari 90% tersebut, dia mengakui hanya sedikit yang terkena kasus akibat berpolitik. Namun, mereka ini adalah perusahaan keluarga besar yang punya pengaruh besar pada pertumbuhan ekonomi negara.

Dia menyayangkan kondisi tersebut, yakni jika masih ada perusahaan yang terjebak patron politik, karena arah dinamikanya tidak bisa diprediksi.

"Tentu kami juga menghimbau pengusaha ini agar punya sikap politik. Kalau dia punya aspirasi politik, sah-sah saja. Tapi kalau mengharapkan "proteksi" dan kemudahan keberlanjutan usaha dengan jalan patron politik, itu jadi kurang baik," tandas dia. (Est/Nur)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini