Sukses

Harga Mahal, Pedagang Grosir Bawang Ikut Turunkan Pembelian

Kenaikan harga bawang membawa dampak bagi pedagang grosir di pasar, seperti Pasar Induk Keramat Jati dan Pasar Rebo, Jakarta.

Kenaikan harga bawang membawa dampak bagi pedagang di pasar, seperti Pasar Rebo dan Pasar Induk Keramat Jati.

Alex Manihuruk, pedagang grosir bawang di pasar induk Kramat Jati, salah satunya. Dia mengatakan kenaikan harga bawang sangat memberatkan bagi dirinya. Mahalnya harga bawang membuat daya pembeli masyarakat selaku konsumen turun.

"Pada saat itu harga bawang hanya berkisar Rp 15 ribu hingga Rp 17 ribu, kini melonjak menjadi harga Rp30rb hingga Rp 50 ribuan, kenaikan ini terlalu jauh," ucap Alex saat ditemui liputan6.com, Senin (18/3/2013).

Dia mengungkapknya biasanya mengambil 1,5 ton bawang dari distributor. Namun, kini hanya mampu mengambil 5-7 kwintal (1 Kwintal 100 kilogram). Hal ini karena ketidak mampuan biaya, terlebih terjadi penurunan pembeli.

"Biasa kami ambil 1,5 ton paling sedikit, tapi karena harga melonjak dan kami kurang modal hanya bisa mengambil 5-7 kwintal (100kg) tidak sampai 1 ton. Jadi berkurang karena daya pembeli tidak ada. Memang biasanya kalo ambil 1 ton, kami masih ada sisa 2 kwintal per hari, karena jam dibatasi sampai jam 9 malam, tidak 24 jam," ucap dia.

Ia menambahkan sejauh ini komoditas bawang yang didapatkan berasal dari Brebes Jawa Tengah, sedikit bawang berasal dari Padang, Sumatera Barat. Sedangkan bawang import dipasok dari negara seperti Thailand, Vietnam dan Afganistan.

"Kita terima bawand dari bandar sini (pasar induk kramat jati) ada 12 orang. Kami dapat dari impor  berasal dari negara Vitenam dan Afganistan dan Thailand. Kalau Bawang Brebes lumayan banyak permintaan, tapi kebanyakan permintaan bawang Vietnam," ucap dia sembari menambahkan jika dijula ke pedagang kecil bisa mencapai Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu per kg.

Sementara Mantan Menteri Perekonomian Rizal Ramli menyikapi lompatan harga terlalu jauh lantaran bisnis pangan di Indonesia diatur dengan sistem kuota yang tidak transparan dan kompetitif.

"Pada praktiknya, pembagian kuota impor ini juga terjadi karena pat gulipat antara pejabat dan pengusaha," tambah Rizal saat menemui pedagang bawang di pasar Induk Kramat Jati.

Dia menuding dengan kenaikan itu menjadi sumber pendapatan pejabat dan untuk kepentingan politik. "Akibatnya negara rugi karena tidak memperoleh penerimaan yang semestinya. Sedangkan rakyat dirugikan karena harus membayar harga pangan lebih mahal daripada harga diluarnegeri," pungkas dia. (Edo/Nur)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini