Sukses

Bangun PLTP Terbesar di Dunia, RI Hemat Subsidi Rp 3,5 Triliun

Pemerintah memperkirakan bisa menghemat dana subsidi listrik sebesar US$ 364 juta atau setara Rp 3,5 triliun per tahun dari pengoperasian PLTP Sarulla, Sumatera Utara pada 2016.

Pemerintah memperkirakan bisa menghemat dana subsidi listrik sebesar US$ 364 juta atau setara Rp 3,5 triliun per tahun dari pengoperasian pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Sarulla, Sumatera Utara pada 2016. Pembangkit dengan kapasitas 3x110 megawatt (MW) merupakan PLTP yang terbesar di dunia yang dibangun dalam single-contract.

“Listrik dari panas bumi bukan hanya membuat Indonesia lebih terang dengan subsidi yang lebih hemat, tapi juga lebih green karena mengurangi emisi. Kita harus siap masuk ke dalam era baru pertumbuhan ekonomi yang sustainable”, lanjut Wakil Presiden Boediono saat menghadiri penyerahan amandemen PLTP Sarula, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (11/3/2013).

PLTP Sarulla merupakan pembangkit listrik yang terbesar di dalam program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW tahap II, di mana hampir 50% atau sekitar 4.952 MW berasal dari panas bumi. 

Proyek pembangkit senilai US$ 1,5 miliar tersebut PT Medco Power Indonesia, anak usaha PT Medco Energi Internasional Tbk dengan konsorsium perusahaan multinasional Itochu, Kyushu dan Ormat.

Sumber pendanaan proyek itu sekitar 20% berasal dari ekuitas konsorsium dan pinjaman lunak dari Japan Bank for International Corporation (JBIC) 80%, melalui skema kontraktor listrik swasta (Independent Power Producer/IPP).

Proyek yang sempat dihentikan di tahun 1997 karena krisis ini kemudian mulai berjalan lagi sejak 2003, namun sering mengalami bottleneck. Proses debottlenecking PLTP Sarulla ini dikawal langsung oleh Wakil Presiden Boediono lewat rapat koordinasi tentang Kelistrikan yang dilakukan berkala.

Dimulai dengan renegosiasi tarif listrik yang ditetapkan oleh Menteri ESDM Jero Wacik, berlanjut dengan pembahasan amandemen ESC/JOC antara konsorsium SOL dengan dua BUMN yaitu PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) yang dikawal oleh Menteri BUMN Dahlan, hingga sampai terbitnya SJKU yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan.

Salah satu milestone kunci dalam debottlenecking geothermal ini adalah terbitnya Peraturan Bersama (Perber) tiga menteri yaitu Menteri ESDM, Menteri Keuangan dan Menteri BUMN tentang status kepemilikan aset panas bumi yang berasal dari kontrak operasi bersama (JOC).

Debottlenecking PLTP Sarulla yang menghasilkan Perber 3 Menteri ini menjadi suatu model yang memberikan kepastian hukum tentang aset panas bumi di dalam pengembangan proyek-proyek lain yang melalui JOC.

Menurut Boediono, dengan adanya persetujan Amandemen Energi Sales Contract (ESC) PLTP Sarula 3X110 Mega watt dapat dijadikan inspirasi bagi pengembang proyek panas bumi lain yang saat ini belum melaksanakan proyeknya.

"Setelah cukup lama para Menteri dan pejabat eselon 1 berusaha mengurai simpul-simpul begitu banyak, hari ini kita lihat cahaya terang, hari ini kita melihat prospek pembangunan geothermal," kata Boediono.

Panas bumi memang menjadi salah satu prioritas nasional di bidang Energi, mengingat besarnya potensi Indonesia yang diestimasi mencapai 29 ribu MW. Saat ini Indonesia dengan kapasitas terpasang sekitar 1.341 MW, adalah peringkat ketiga terbesar penghasil listrik dari geothermal di dunia, setelah Amerika Serikat dan Filipina.

Dengan program 10 ribu MW tahap II yang hampir setengahnya berasal dari panas bumi, ke depan Indonesia dapat menjadi negara super-power geothermal. (Pew/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini