Sukses

Bisnis Miniatur Clay, Imut Produknya Besar Omzetnya

Di tangan dinginnya, Mai Hartanegara, pemilik outlet miniatur clay Tiny & Co, telah menyulap lilin mainan menjadi kerajinan bernilai jual. Mai bisa mengantongi omzet hingga Rp 40 juta per bulan.

Seni kerajinan berbahan dasar clay atau lilin mainan tengah populer di kalangan industri kreatif. Pasalnya di tangan pengrajin yang terampil, lilin tersebut dapat berubah bentuk menjadi mainan imut beraneka ragam dan mampu menciptakan peluang bisnis menjanjikan.
 
Bentuknya yang mungil dan lucu, miniatur clay kerap menyedot perhatian pengunjung karena didesain sangat mirip dengan aslinya. Benda yang sering dibentuk adalah makanan, minuman, perabot rumah tangga dan sebagainya.
 
Uniknya, mainan clay ini membutuhkan detail yang rumit di mana perlu keterampilan dan kesabaran untuk bisa membuat karya seni bernilai tinggi.

Salah satunya adalah Mai Hartanegara, pemilik outlet miniatur clay Tiny & Co. Di tangan dinginnya, lilin mainan itu disulap menjadi kerajinan bernilai jual.
 
"Awalnya hobi saja, coba buat bentuk model clay sendiri, dan akhirnya tertarik buka workshop di Kuningan dan toko di Plaza Indonesia," urai dia kepada Liputan6.com di sela acara Inacraft 2013 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (24/4/2013).
 
Dia mengaku, dukungan pasar yang sangat besar mendorong bisnisnya tumbuh dengan cepat. Tak kurang dari ratusan clay bentuk makanan dan minuman telah dihasilkan hingga saat ini. Dibantu empat orang karyawan, setiap harinya dia mampu memproduksi puluhan item clay.
 
"Kalau clay dengan bentuk agak rumit, biasanya membutuhkan waktu pembuatan 1-2 jam. Setelah itu dikeringkan, dan baru bisa dijual keesokan harinya," jelasnya.

Harga clay di Tins & Co bervariasi antara Rp 10 ribu sampai dengan termahal Rp 3,5 juta. Mai mengatakan, pihaknya pernah menerima pesanan dari penggemar berat miniatur clay dalam bentuk pasar tradisional lengkap seharga Rp 9 juta.
 
"Semakin sulit tingkat kerumitan model clay dan banyak item, semakin mahal harga miniaturnya. Tapi ada saja yang beli, dan biasanya mereka mengumpulkan clay satu persatu hingga akhirnya jadi banyak," jelasnya.
 
Dari hasil usahanya, Mai bisa mengantongi omzet hingga Rp 40 juta per bulan. Bahkan demi menggenjot penjualan, dia rajin mengikuti beragam pameran kerajinan, seperti Inacraft yang memasang target omzet minimal Rp 5 juta per hari.
 
Kecintaan Wanita keturunan Tionghoa itu pada miniatur clay pun ditularkan kembali ke masyarakat. Caranya membuka kursus pelatihan tentang berbagai cara dan teknik membuat miniatur dari clay.

 "Anak-anak usia 5 tahun sampai dewasa dapat menjadi peserta kursus dengan biaya Rp 75 ribu per jam. Jadi kalau pemula, kami akan bimbing pembuatan miniatur yang mudah dulu," tukasnya.

Soal persaingan, Mia tak pernah gentar menghadapi serbuan bisnis serupa. Sebab, dia berupaya untuk menjaga kualitas dan mengasah kreatifitas seninya sehingga setiap produk yang dihasilkan memiliki karakter atau ciri khas tersendiri.
 
"Kami pakai clay impor dari Jepang, dan lebih menonjolkan permainan tekstur warna supaya lebih mirip dengan benda aslinya. Itulah yang menjadi kekuatan kami bisa bertahan sampai sekarang," pungkas dia mengakhiri perbincangan.(Fik/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini