Kepala Ekonom Danareksa, Purbaya Yudhi Sadewa, menilai pemberian peringkat surat utang yang diberikan lembaga rating internasional, Standard & Poor's, kepada Filipina dan Indonesia dianggap tak adil. Indonesia justru dianggap telah menunjukan pertumbuhan ekonomi yang stabil dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Purbaya yang ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (3/5/2013) rating investment grade atau layak investasi yang diberikan S&P kepada Filipina diberikan tanpa dasar yang kuat. S&P dianggap hanya menilai Filipina dari sisi frekuensi negara tersebut masuk ke pasar keuangan. Hal ini dianggap membuat nama Filipina menjadi lebih dikenal investor.
Tak hanya itu, S&P juga luput memasukan faktor situsi politik Filipina dalam menentukan peringkat surat utang negara tersebut.
"Kurang fair kalau S&P bisa lihat Filiphina punya investment grade, Indonesia tidak karena alasan lebih sering ke pasar sehingga investor lebih kenal Filipina," kata dia.
Purbaya yakin, keputusan penurunan outlook rating surat Indonesia dari positif menjadi stabil takkan diikuti oleh dua lembaga pemerintah internasional lain, Moody's dan Fitch Rating. Kedua lembaga tersebut dianggap memiliki cara penilaian berbeda dari S&P.
"Moody's dan Fitch tidak minta Indonesia tumbuh 7% atau lebih, sementara S&P berharap seperti itu secara berkesimbungan. Jadi karakteristik lembaga pemeringkatnya beda," tandasnya.
Kondisi Indonesia, lanjutnya, masih cukup stabil dari beberapa tahun lalu. Sehingga bukan alasan kedua lembaga tersebut untuk mengubah rating dengan menurunkan kembali level investment grade. (Fik/Shd)
Menurut Purbaya yang ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (3/5/2013) rating investment grade atau layak investasi yang diberikan S&P kepada Filipina diberikan tanpa dasar yang kuat. S&P dianggap hanya menilai Filipina dari sisi frekuensi negara tersebut masuk ke pasar keuangan. Hal ini dianggap membuat nama Filipina menjadi lebih dikenal investor.
Tak hanya itu, S&P juga luput memasukan faktor situsi politik Filipina dalam menentukan peringkat surat utang negara tersebut.
"Kurang fair kalau S&P bisa lihat Filiphina punya investment grade, Indonesia tidak karena alasan lebih sering ke pasar sehingga investor lebih kenal Filipina," kata dia.
Purbaya yakin, keputusan penurunan outlook rating surat Indonesia dari positif menjadi stabil takkan diikuti oleh dua lembaga pemerintah internasional lain, Moody's dan Fitch Rating. Kedua lembaga tersebut dianggap memiliki cara penilaian berbeda dari S&P.
"Moody's dan Fitch tidak minta Indonesia tumbuh 7% atau lebih, sementara S&P berharap seperti itu secara berkesimbungan. Jadi karakteristik lembaga pemeringkatnya beda," tandasnya.
Kondisi Indonesia, lanjutnya, masih cukup stabil dari beberapa tahun lalu. Sehingga bukan alasan kedua lembaga tersebut untuk mengubah rating dengan menurunkan kembali level investment grade. (Fik/Shd)