Sukses

Sudah Optimalkah Upaya Freeport Selamatkan Nyawa Pekerjanya?

Hingga hari ke-7 insiden runtuhnya terowongan Freeport sudah ada 14 orang yang meninggal dunia dan 14 orang lagi masih terjebak. Sudah optimalkah upaya yang dilakukan Freeport?

Hari masih pagi dan jam masih menunjukkan pukul 07.30 WIT, ketika 38 pekerja tambang PT Freeport Indonesia akan masuk kelas pelatihan di hari kedua pada Selasa 14 Mei 2013.

Beberapa orang malah baru datang dan isi absensi. Namun siapa sangka ruang kelas bawah tanah berukuran  5 x 10 meter itu bakal runtuh.

Semua pekerja terjebak dalam kelas bawah tanah yang dibangun sejak 15 tahun lalu, dan telah digunakan sejak tahun 2000 yang lokasinya jauh dari area produksi.

Dari data yang dikeluarkan Freeport Senin 20 Mei 2013 pukul 09:30:
- Korban selamat : 10 orang
- Korban meninggal: 14 orang
- Korban yang belum ditemukan: 14 orang

Gelombang pertama korban yang selamat kini masih dirawat di RS Premier Bintaro yaitu: Muhtadi, Florentinus Kakupu, Hasbullah, Towali, dan Ahmad Rusli.

Nama-nama korban yang meninggal hingga Senin 20 Mei 2013 pukul 09:30 WIT adalah:
1. Ateus Marandof
2. Selvianus Edoway
3. Yapinus Tabuni
4. Aan Nugraha
5. Rooy Kailuhu
6. Joni Tulak
7. Aris Tikupasang
8. Victoria Sanger
9. Retno Arung Bone
10. Artinus Magal
11. Hengky Ronald Hendambo
12. Ma'mur
13. Petrus Frengo Marangkerena
14. Petrus Padak Duli.

Manajemen Freeport sebelumnya mengakui proses evakuasi memang berjalan sangat lambat karena memperhatikan stabilitas tanah dan atap yang mudah roboh setiap mencapai satu meter ke terowongan.

Volume material longsoran diperkirakan 4 x 6 x 8 meter (192 meter kubik) yang menimbun 80 persen ruang kelas (4 x 10 meter).

Kepala Teknik Tambang Freeport Indonesia Nurhadi Sabirin, menuturkan perseroan telah menerjunkan sejumlah tenaga ahli dan peralatan kelas dunia untuk mencari pekerja yang belum ditemukan

"Kami sudah mengerahkan sejumlah ahli beserta perlengkapan berkelas dunia agar dapat menyelesaikan penyelamatan ini secepat mungkin," kata Nurhadi dalam siaran persnya.

Perseroan terus berupaya 24 jam tanpa henti dengan cepat dan aman hingga dapat menyelamatkan jiwa mereka. Namun semakin banyak waktu yang dibutuhkan dapat memperkecil kemungkinan adanya pekerja yang selamat.

Sudah Optimalkah Upaya Freeport?

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik sempat mempertanyakan kenapa tambang semoderen Freeport bisa longsor.

"Tambang bawah tanah punya Freeport adalah yang paling moderen dan teknologi yang digunakan paling baik diantara tambang bawah tanah lain," ucap Jero di Jakarta pada Jumat (17/5/2013).

Jero mengaku heran dengan runtuhnya sebagian terowongan di fasilitas tambang bawah tanah ini. Untuk itu, pihaknya meminta agar segera dilakukan investigasi. "Peristiwa ini akan diinvestigasi. Apa penyebab utamanya?" ujar dia.

Begitu juga dengan anggota Komisi VII DPR Effendi Simbolon yang merasa heran dengan insiden runtuhnya terowongan di area pelatihan Big Gossan Papua yang menimbun 38 orang pekerja PT Freeport Indonesia.

Menurut Effendi, sebagai perusahaan kelas dunia, Freeport tentunya memiliki sistem keamanan yang sangat bagus.

"Pada waktu kami ke sana, mereka bilang sistem keamanan mereka itu sangat prima. Makanya saya bingung kenapa tidak ada gempa, tidak ada pergeseran apapun, kok terowongannya bisa runtuh," jelas dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (15/5/2013).

Dia mengaku lebih heran lagi soal evakuasi dan penyelamatan korban tertimbun yang dilakukan secara manual sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk menemukan korban.

"Pelaksanaan rescue yang sangat manual tidak menunjukkan kalau Freeport itu perusahaan kelas dunia," ungkapnya.

Freeport Dibela Ahli Pertambangan

Namun menurut Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia Achmad Ardianto ketika dihubungi Liputan6.com, Sabtu (18/5/2013), apa yang dilakukan Freeport sudah optimal.

"Menurut saya sudah optimal. Dari sisi kepentingan teknikal Freeport sudah maksimal. Kita berdoa dan berharap proses ini bisa berjalan dengan baik," kata Achmad.

Ketika ditanya apa tidak terlalu lama proses evakuasinya?

Ahmad menjawab "Namanya kecelakaan tidak bisa dikatakan terlalu lama dan sebentar. Untuk menolong korban harus dalam posisi aman, itu nggak boleh membahayakan penolong. Kondisinya sangat ekstrem, seperti di terowongan, udara terbatas, sehingga kondisi itu membuat prosedur evakuasi tidak bisa gegabah, yang penting semua pihak kasih perhatian maksimum".

Ketika ditanya keberhasilan Chile mengeluarkan 33 penambang selama 69 hari hidup-hidup karena dukungan yang tinggi dari sang presidennya, menurut Achmad kondisi di sini tidak bisa seperti itu.

"Pemerintah sudah pro aktif dan kirim orang langsung ke sana. Itu suatu gesture yang bagus.  Kalau saya lihat Presiden tidak perlu turun langsung, sudah di tangan profesional. Kalau Presiden turun nanti dibilang ngikutin Chile nanti malah fokusnya bergeser ke politis," jelas Achmad. (Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini