Sukses

Pemerintah Harus Beri Sanksi Freeport

Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies, Marwan Batubara mendesak pemerintah untuk memberikan sanksi kepada PT Freeport Indonesia atas insiden runtuhnya terowongan Big Gossan, Papua.

Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRES) Marwan Batubara mendesak pemerintah untuk memberikan sanksi kepada PT Freeport Indonesia atas insiden runtuhnya terowongan di area fasilitas pelatihan tambang bawah tanah Big Gossan, Papua pada 14 Mei 2013.

Insiden  yang menelan 28 korban jiwa tersebut menunjukkan sistem keamanan di tambang emas milik perusahaan asal Amerika Serikat (AS) masih kurang handal dan tidak memenuhi standar internasional.

Freeport seharusnya memiliki jalur alternatif penyelamatan agar korban bisa diselamatkan dengan lebih cepat.

"Bentuk tanggung jawab itu tak hanya memberikan santuan kepada korban dan keluarga korban, tapi pemerintah harus memberi sanksi kepada Freeport karena prosedur penyelamatannya yang tidak perform," tutur Marwan saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta.

Untuk itu, Marwan meminta pemerintah segera melakukan investigasi guna mencari tahu penyebab terjadinya insiden tersebut.

"Investigasi harus dilakukan sampai tuntas," ungkap dia.

Senada dengan Marwan, IndustriALL Global Union Indonesia Council juga menduga insiden di tambang Freeport disebabkan perusahaan tambang asal AS itu tidak mengaplikasikan standar internasional keselamatan kerja.

Pasalnya untuk menerapkan standar keamanan yang handal dibutuhkan dana yang cukup besar. "Jadi mereka ingin biaya murah tapi membahayakan nyawa manusia dan ini terbukti kematian buruh tambang Freeport telah terjadi dua kali yaitu pada 2003 dan 2013," tulis keterangan tertulisnya.

Sekadar informasi, banyak 38 pekerja Freeport berada di dalam kelas fasilitas pelatihan bawah tanah saat atap runtuh pada Selasa 14 Mei 2013, pukul 07.30 WIT.

Anggota tim tanggap darurat telah berhasil menyelamatkan 10 pekerja, namun tak bisa menyelamatkan 28 orang lainnya yang terkubur di bawah puing-puing reruntuhan. (Ndw/Shd/*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini