Sukses

Bermodal Cabai 1 Kg, Susilaningsih Kibarkan Sambal `Dede Satoe`

Menjadi seorang ibu rumah tangga bukan berarti tidak bisa menghasilkan uang. Hal inilah yang dilakukan oleh Susilaningsih, pemilik bisnis sambal kemasan berlabel sambal 'Dede Satoe'.

Menjadi seorang ibu rumah tangga bukan berarti tidak bisa menghasilkan uang dengan membuat suatu komoditi yang memiliki nilai jual sekaligus membuka lapangan kerja. Hal inilah yang dilakukan oleh Susilaningsih, pemilik bisnis sambal kemasan berlabel sambal 'Dede Satoe'.

"Saya ingin membuktikan bahwa sebagai ibu rumah tangga pun bisa menghasilkan sesuatu yang bernilai jual, tidak hanya diam di rumah tanpa menghasilkan apa-apa. Dan yang bisa dilakukan adalah membuat sambal ini," katanya saat berbincang dengan Liputan6.com seperti ditulis Jumat (31/5/2013).

Bermodal Cabai 1 Kg

Pada November 2011, Susilaningsih pun memulai usahanya tersebut dengan bermodalkan uang sekitar Rp 50.000 sekedar untuk membeli cabai 1 kg dan bahan baku lainnya. Sambil mengurus izin produksi, dia terus bereksperimen meracik resep yang pas untuk sambelnya,

Ketika memulai usaha, dia mengakui pendapatan yang didapatnya hanya cukup untuk membayar pekerjanya. Namun karena semakin lama semakin banyak yang menyukai sambal buatannya tersebut dan usahanya terus berkembang, kini pendapatannya bukan saja cukup untuk menggaji 10 orang pekerjanya, tetapi juga dia bisa membeli mesin produksi serta hasilnya dapat dia nikmati sendiri.

"Dari awal produksi hanya 1 kg kemudian bertambah menjadi 10 kg dan terus bertambah. Saya juga sudah mampu membeli mesin produksi sendiri, karena awalnya kan hanya diulek secara manual saja," lanjutnya.

Awal produksi, Susilaningsih hanya membuat 4 macam sambal yaitu sambal Surabaya ekstra pedas, sambal teri, sambal ikan peda dan sambal ikan jambal. Namun seiring berjalan waktu, dia terus menambah pilihan sambalnya dengan sambal sere dan sambal goreng kentang ebi. Masing-masing sambal pun memiliki varian yang berbeda, yaitu ekstra pedas, medium dan cabai hijau.

Untuk kebutuhan bahan utama seperti  cabai dan bawang merah, Susilaningsih memasoknya dari wilayah sekitar Jawa Timur seperti Madura, Jombang, Kediri dan Trenggalek. Dia setidaknya membutuhkan 100 kg cabai untuk bisa memproduksi 100 kg sambal atau sekitar 500 botol per harinya untuk total semua macam sambal buatannya dengan omset per bulan mencapai Rp 50 juta.

Untuk harganya sendiri, terbilang cukup murah yaitu Rp 15.000 per botol untuk jenis sambal. Dia mengatakan bahwa meskipun sambal produksinya ini tidak menggunakan penyedap MSG, bahan pengawet serta tidak memakai terasi. Meski begitu produknya mampu bertahan hingga 1 tahun bila segel belum terbuka atau kurang lebih 1 bulan setelah segel dibuka.

"Ini karena setelah sambal diproses menggunakan mesin produksi, kemudian dimasak hingga matang dan langsung dikemas dalam botol. Untuk yang sudah dibuka, tergantung pemakai sendok untuk mengambilnya, jadi sebisa mungkin jangan bekas masakan lain," jelas wanita asli Surabaya ini.

Cara Pemasaran

Untuk segi pemasaran, selain mempunyai toko sederhana dirumah, Susilaningsih juga menjual sambalnya ini melalui para re-saler yang ada diberbagai daerah. Saat ini dia juga telah bekerjasama dengan berbagai toko oleh-oleh di Surabaya dan juga supermarket. Dengan strategi pemasaran seperti itu menurutnya, sambal produksinya ini bisa didistribusikan ke seluruh Indonesia.

Pemasaran terbesar sendiri saat ini berada di wilayah Sampit, Madura. "Untuk sambal yang paling favorit, tiap daerah berbeda, seperti Jakarta suka yang sambal Surabaya ekstra pedas, daerah Sampit suka sambal teri, ada suka juga suka sambal peda, jadi toko atau re-saler itu punya konsumen masing-masing," ujarnya.

Promosi yang dia lakukan pun terbilang cukup sederhana yaitu melalui mulut ke mulut, melalui pameran, serta re-saler-nya sendiri juga membuat promosi melalui media internet, sehingga juga membantu.

Tantangan

Dia juga mengaku jarang menemui kendala dalam menjalankan bisnisnya ini. Namun kesulitan paling berat yang dihadapinya ketika harga cabai yang sempat melambung tinggi hingga mencapai Rp 120.000 per kg dan terus mengalami fluktuasi hingga pada satu titik dimana dia tidak bisa berproduksi.

Karena masalah itu, dia pun hampir berhenti mendistribusikan sambalnya tersebut ke beberapa supermarket langganannya. Beruntung hal tersebut tidak berlangsung lama.

Harapan ke depan, Susilaningsih ingin bisnis ini terus berkembang sehingga dia bisa membuka restoran khas sambal. Dia juga ingin memiliki ruang produksi sendiri, karena selama ini dia masih menggunakan garasi sebagai tempat produksi. Selain itu, dia juga berkeinginan suatu saat nanti sambalnya tersebut bisa diekspor ke luar negeri.

Produk Baru

Guna merealisasikan harapannya tersebut, selain memproduksi sambal, kini dia juga sedang dalam proses untuk membuat produk baru berupa bumbu masak dalam kemasan yaitu bumbu rawon, bumbu soto lamongan, bumbu soto madura. Hal ini agar merk dagang yang diusungnya bisa terus berkembang menjadi berbagai macam produk.

Dalam waktu dekat, Susilaningsih juga mengaku akan dikirim oleh pemda Jawa Timur ke Osaka Jepang guna mengikuti pelatihan produksi dan pengemasan agar produknya tersebut bisa diterima secara internasional. (Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini