Sukses

Bea Cukai Kesulitan Awasi Barang Ilegal dari Pelabuhan 'Tikus'

Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mengaku kesulitan mengawasai banjirnya barang-barang ilegal yang masuk dari sejumlah pelabuhan 'tikus' di seluruh Indonesia.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mengaku kesulitan mengawasai banjirnya barang-barang ilegal yang masuk dari sejumlah pelabuhan 'tikus' di seluruh Indonesia.

Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Agung Kuswandono menyatakan, modus para penyelundup untuk memasukkan barang ilegal ke pasar Indonesia melalui manipulasi data di berbagai pelabuhan kecil.

"Kami sudah berusaha keras memberantas impor barang ilegal, seperti melalui importasi dengan pemberitahuan. Tapi ternyata datanya dimanipulasi lewat pelabuhan resmi dan penyelundupan datang dari pelabuhan 'tikus'," kata Agung di Jakarta, seperti ditulis Minggu (2/6/2013).

Lebih jauh dia menjelaskan, pihaknya kesulitan apabila harus bekerja seorang diri, mengingat masuknya barang ilegal lebih didominasi lewat titik pelabuhan berskala kecil.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ada 43 pintu masuk tidak resmi di Batam dan di semenanjung timur Sumatera terdapat 100 pintu tidak resmi.

Ditjen Bea dan Cukai telah menggelar konsolidasi dengan Badan Karantina, Kementerian Perdagangan Luar Negeri serta Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan penelaahan khusus supaya penyelasaian dari permasalahan tersebut tidak bersifat sektoral.

"Kalau masuknya lewat pelabuhan resmi, kami punya kemampuan penangkalan. Tapi kalau dari pelabuhan tikus menggunakan kapal kecil, itu sangat sulit bagi kami untuk melakukan pengawasan di lapangan," papar Agung.

Dia menambahkan, sebagian besar barang ilegal yang masuk ke Indonesia berasal dari negara Malaysia dan Singapura yang kira-kira hanya berjarak 20 kilometer.

Kasus terbaru, diungkapkan Agung, yakni penggagalan penyelundupan satu kontainer berisi ponsel, termasuk BlackBerry di pelabuhan resmi Tanjung Emas, Semarang Jawa Tengah. Jumlahnya terdiri dari 163 dus atau sekitar 15.510 ponsel, dua dus atau 526 unit BlackBerry, dan 16 dus berisi sparepart ponsel.

"Fokus kami hanya importir bayar bea masuk atau tidak, mengecek izin impor. Kalau BlackBerry tidak ada larangan pembatasan, ya boleh masuk. Tapi cek juga izin edarnya, karena beratnya adalah jumlah perizinan yang banyak," terang Agung. (Fik/Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.