Sukses

Petani Indonesia Idealnya Punya Lahan 2 Hektar Bukan 0,3 Hektar

Lahan 0,3 hektar (3.000 meter) yang rata-rata dimiliki petani dinilai terlalu kecil. Idealnya petani punya lahan 2 hektar (20 ribu meter.

Lahan 0,3 hektar (3.000 meter) yang rata-rata dimiliki oleh petani dinilai Menteri Pertanian, Suswono terlalu kecil. Dia berpendapat paling tidak petani mendapatkan akses 2 hektar (20 ribu meter) lahan untuk dimanfaatkan sebagai lahan petanian.

"0,3 hektar petani tidak mungkin akan sejahtera dengan lahan seluas itu, di Thailand saja 3 hektar (30 ribu meter) per kepala keluarga," ujarnya usai menghadiri pembukaan International Conference La Via Campesina di Pedepokan pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Minggu (9/6/2013).

Oleh karena itu, Suswono berharap agar reformasi agraria menjadi sesuatu yang perlu dijalankan. Agar paling tidak ada tambahan akses terhadap lahan dan petani sendiri tidak harus memiliki lahan tersebut.

"Sebab kalau memiliki begitu si petani meninggal, kemudian anaknya tidak ada lagi yang berminat, malah dijual, yang penting akses saja," katanya.

Lebih lanjut dia menjelaskan maksud dari memberikan akses lahan kepada petani yaitu, saat petani mau menggarap, maka lahan garapannya telah tersedia.

"Kalau nanti ada anaknya yang mau meneruskan silakan tetapi kalau tidak mau yang penting lahan ini tetap produktif (ditangan petani lain) untuk memperkuat ketahanan pangan kita," lanjutnya.

Dia menilai, apabila lahan langsung diberikan kepada petani dan nantinya tidak ada keturunan yang mau melanjutkan maka lahan yang ada akan terfragmentasi dan semakin kecil karena dibagi-bagikan ke anak-anak petani.

"Seperti dulu kakek saya punya sepuluh hektar, dibagi ke ibu saya 2 hektar, sekarang ke saya tinggal 0,3 hektar karena dibagi tujuh dengan sudara saya, itulah yang terjadi," katanya.

Menurutnya, lahan yang sudah produktif, sesuai dengan amanat undang-undang  no 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan harus segera dikeluarkan peraturan daerah untuk pelindungan lahan tersebut namun yang berhak untuk menetapkan adalah daerah kabupaten kota bukan pemerintah pusat.

Sebagai contoh, dalam kunjungannya beberapa waktu lalu dari Cirebon ke Semarang, Suswono melihat baru di wilayah Pemalang yang menetapkan sedang wilayah lain dikabarkan baru akan menyusul dalam tahun ini untuk menetapkan Perda tersebut. "Artinya masih banyak juga yang belum menetapkan lahan pertanian berkelanjutan itu," ujarnya

Suswono juga menjelaskan bahwa karena ini merupakan otoritas dari Pemda sehingga Kementerian Pertanian hanya bisa mengingatkan dan tidak perlu menunggu tata ruang, karena dia menganggap tata ruang bisa menyesuaikan dengan lahan tersebut.

Selain itu, Suswono juga meminta agar lahan-lahan yang dikuasai oleh Perhutani namun belum dimanfaatkan kembali untuk menanam pohon untuk hutan agar bisa dimanfaatkan terlebih dahulu oleh petani.

"Ada program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) harusnya lahan perhutani itu juga bisa dimanfaatkan oleh petani. Kalau ada hambatan, ya agak aneh, saya menyesalkan karena Perhutani sudah berkomitmen bekerjasama dengan petani," katanya

Sedang untuk lahan terlantar yang ditinggalkah oleh para pengusaha, Suswono meminta agar Pemda memberikan izin agar petani dapat mengakses lahan tersebut untuk dimanfaatkan namun tidak untuk dimiliki.

"Yang penting itu, jangan sampai ada lahan yang terlantar dan tidak termanfaatkan," tandasnya.

Suswono juga menerangkan bahwa saat ini rancangan undang-undang Pelindungan dan Pemberdayaan Petani diharapkan dapat segera diterbitkan pada tahun ini.

Dengan demikian, para petani mendapatkan jaminan akan hak-haknya sebagai petani yang merupakan bagian dari upaya pemberdayaan menuju petani yang sejahtera dan berdaulat. (Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.