Sukses

Rupiah Anjlok, Industri Hulu dan Hilir Migas Alami Nasib Berbeda

Anjloknya nilai tukar rupiah memberikan nasib berbeda bagi industri hulu dan hilir Migas nasional. Siapa yang untung dari penurunan itu?

Menguatnya kurs dolar Amerika Serikat terhadap sejumlah mata yang asing di dunia bakal disambut gembira para pelaku industri hulu minyak dan gas bumi (Migas). Alasannya, pelaku usaha di sektor hulu ini menetapkan harga jual produknya dalam dalam kurs dolar AS.

"Kita lihat dulu, kalau dari sisi hulu Migas, bagus, misalnya untuk cost recovery sebesar US$1 Miliar, jadi US$5 Miliar, untung kan?" kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini di gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/6/2013).

Namun, ujar Rudi, anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS justru menjadi kerugian bagi Industri hilir Migas. Selama ini, pelaku usaha di sektor hulu Migas senantiasa mengimpor minyak dengan menggunakan kurs dolar AS, namun menjualnya dalam satuan rupiah.

"Kalau untuk sisi hilir rugi banget, kita kan masih impor BBM dari luar negeri, kalau dollar tinggi seperti ini, kalau secara negara tetap rugi. Jadi mau pilih mana? hulu untung atau negara rugi?" ujarnya.

Namun Rudi tidak terlalu ambil pusing atas melemahnya kurs rupiah atau menguatnya dolar tersebut. Pasalnya proyek hulu Migas selama ini menggunakan kurs dolar AS sehingga naik turunnya nilai tukar merupakan hal yang biasa.

"Mau tinggi kek, mau rendah kek untuk pembayaran biaya pakai dolar, enggak ada masalah di industri Migas," pungkasnya.(Pew/Shd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.