Sukses

[VIDEO] Wawancara Khusus Menteri Keuangan Soal BBM

Menteri Keuangan mengatakan dari pada pemerintah mensubsidi BBM orang kaya Rp 150 ribu per hari, lebih baik uang Rp 150 ribu untuk BLSM.

Pemerintah akhirnya memilih menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai jalan untuk menekan defisit anggaran. Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan dari pada pemerintah mensubsidi BBM orang kaya Rp 150 ribu per hari, lebih baik uang Rp 150 ribu untuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).

Lalu apa sebenarnya alasan dan tujuan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi? Dan antisipasi apa saja yang bakal dilakukan pemerintah untuk melindungi masyarakat miskin dan hampir miskin dari belenggu kenaikan harga BBM?

Berikut petikan hasil wawancara tim Liputan6 dengan Menteri Keuangan Chatib Basri di kantornya, Kamis (20/6/2013) malam.

Apa saja dampak kenaikan BBM subsidi bagi masyarakat dan upaya pemerintah untuk mengantisipasi dampak tersebut?

Saya ingin tunjukkan ketimpangan subsidi BBM di Indonesia, di mana harga premium subsidi di pasar internasional Rp 9.500 sedangkan harga premium di Indonesia Rp 4.500. Itu artinya pemerintah mensubsidi satu liter bahan bakar sebesar Rp 5.000. Jika dalam sehari pengguna mobil bisa mengkonsumsi BBM bersubsidi sekitar 20 sampai 30 liter, berarti 30 liter kali Rp 5000 sehari pengguna mobil (orang kaya) memperoleh subsidi BBM sebesar Rp 150 ribu per hari.

Di sisi lain, banyak orang yang meributkan pemberian kompensasi BBM berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) Rp 150 ribu per bulan untuk kelompok miskin. Dari sini sudah menjelaskan, bahwa subsidi BBM selama ini timpang dan salah arah dengan rela memberikan subsidi kepada pengguna mobil Rp 150 ribu per hari dibanding Rp 150 ribu per bulan bagi masyarakat miskin.


Mengapa pemerintah memprioritaskan pemangkasan subsidi BBM untuk menekan defisit anggaran ketimbang menggenjot sektor lain, seperti ekspor ataupun diversifikasi energi?

Pemerintah selalu bisa mencari pendapatan, misalnya dari pajak atau dari manapun supaya defisit anggaran bisa tertanggulangi. Tapi pertanyaannya dalah apakah kita akan membiarkan subsidi Rp 150 ribu per hari hanya dinikmati orang kaya sedangkan tidak bisa memberikan Rp 150 ribu per bulan untuk masyarakat miskin karena itu bertentangan dengan keadilan.

Jadi alasan pertama subsidi BBM naik itu karena struktur subsidi yang sama sekali tidak mencerminkan keadilan. Bahwa ada implikasi lain terhadap defisit (makro) itu persoalan kedua, walaupun sebenarnya pemerintah bisa mencari pembiayaan untuk menutupi defisit ini, tapi BBM harus dikurangi, terutama untuk golongan kaya dan alihkan ke bantuan sosial atau kompensasi.

Apakah kenaikan harga BBM juga menjadi salah satu untuk menekan kuota BBM subsidi supaya tidak jebol lagi?

Kuota BBM jebol karena harga BBM yang murah. Menurut hukum ekonomi, kalau harga murah orang pasti banyak yang membeli, sedangkan jika harganya mahal orang akan mengurangi pembeliannya. Harga BBM subsidi yang seharusnya Rp 9.500 per liter karena dijual Rp 4.500 pasti menimbulkan konsumsi berlebihan. Itulah mengapa harga BBM dinaikkan. Berdasarkan perhitungan, setiap kenaikan harga Rp 500 per liter akan mengurangi konsumsi BBM sebesar 0,33 juta kiloliter (kl). Jika harga bensin naik Rp 2.000 per liter, maka perkiraan penurunan konsumsi BBM bersubsidi sekitar Rp 1,2 juta kl.

Jika harga jual lebih murah dari harga pasar, maka pengguna BBM non subsidi bisa beralih menggunakan BBM subsidi.  Dan apabila harga BBM sudah mendekati harga keekonomian, maka tindakan migrasi akan berkurang dan keuntungan para penyelundup BBM akan jauh lebih kecil. Maka dari itu, pemerintah optimistis kuota BBM subsidi tahun ini sebesar 48 juta kl tidak bakal tembus.

Apakah ada jaminan perbaikan distribusi kompensasi berupa BLSM dan empat program lainnya dapat sampai target sasaran, yakni masyarakat miskin?

Jika harga BBM dinaikkan, maka pemerintah bisa menghemat anggaran mencapai Rp 42 triliun. Pengurangan ini yang akan dialokasikan menjadi bantuan sosial (kompensasi) termasuk mengurangi defisit. Bantuan tersebut meliputi, BLSM, penyaluran beras miskin (raskin), Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan infrastruktur desa.

Program ini harus diberikan, karena perhitunganya dengan kenaikan BBM, maka prosentase penduduk miskin akan meningkat dari 10,5% menjadi 12,1%. Dengan total penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa, berarti akan ada tambahan penduduk miskin sebanyak 4 juta orang. Penambahan penduduk miskin ini tidak bisa dibiarkan, karena itu harus diberi kompensasi. Pemerintah tidak hanya memberikan uang saja, tapi juga pekerjaan melalui program infrastruktur desa sehingga masyarakat miskin mempunyai pendapatan paska kenaikan harga BBM.

Total dana kompensasi  sekitar Rp 28 triliun, terdiri dari Rp 11,6 triliun untuk BLSM, anggaran raskin Rp 4,3 triliun, infrastruktur desa sebesar Rp 7,2 triliun. Sedangkan sisanya Rp 14 triliun untuk mengurangi defisit anggaran.

Apakah penyaluran BLSM akan cukup selama 4 bulan?

Masyarakat golongan bawah dalam beberapa bulan pertama ketika terjadi kenaikan harga, mereka harus mendapatkan income tambahan. Sebenarnya ini memang agak tricki, kalau diberi income terlalu besar, maka mereka tidak bekerja lagi karena akan hidup dari pemberian pemerintah.

Tapi di sisi lain, kalau income terlalu kecil, akibatnya tidak ada dampak yang signifikan untuk melindungi mereka. Sebagai gambaran, pendapatan masyarakat yang hidup di garis kemiskinan sebesar US$ 1,25 per kapita setiap hari atau setara dengan sekitar Rp 12.500, artinya dalam sebulan, mereka hanya mendapatkan penghasilan Rp 140 ribu.

Apabila memperoleh BLSM sebesar Rp 150 ribu per bulan, mereka akan mendapatkan tambahan sekitar 30% dari pendapatannya dan uang itu bisa digunakan membeli makanan, tapi tidak cukup besar untuk membuat mereka malas. Karena dengan uang Rp 150 ribu tersebut, rata-rata belanja makan mereka setiap hari hanya Rp 5 ribu sehingga masih relatif kecil, tapi bisa membuat orang sustain di dalam konsumsi makanan.

Berdasarkan pengalaman kenaikan harga BBM di tahun 2005 sebanyak dua kali dan satu kali di 2008 akan menyebabkan efek inflasi 3-4 bulan, dan setelah itu menghilang. Masa inflasi kejut itulah yang dimanfaatkan pemerintah untuk memberikan BLSM.

Bantuan sementara itu bakal diberikan kepada 15,5 juta rumah tangga (4 orang per keluarga) atau sekitar 62 juta orang. Sedangkan yang terkena dampak  kemiskinan akibat kebijakan ini hanya 4 juta, berarti risiko dari salah sasaran relatif menjadi lebih kecil karena cakupan target yang diberikan BLSM lebih luas atau sekitar 25% kelompok pendapatan terbawah.

Selain itu, BPS sudah memiliki data penduduk miskin by name by adress (ada nama dan alamat) sehingga memudahkan penyaluran distribusi Kartu Perlindungan Sosial (KPS) oleh Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat melalui PT Pos Indonesia. Pos Indonesia akanmemastikan kartu   itu sampai ke penerima dan potensi untuk kembali  (retur) sangat kecil.

Berapa banyak desa yang akan mendapatkan program infrastruktur?

Program infrastruktur desa akan menjangkau sekitar 7.000 desa dengan unit cost mencapai Rp 250 juta per desa serta kelurahan. Dalam hal ini, eksekutornya adalah Kementerian Pekerjaan Umum. Kendati di anggarkan Rp 7,2 triliun, namun program tersebut tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebab ini merupakan bantuan sosial, di mana porsinya masih kecil dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, di mana pertumbuhan ekonomi lebih dikontribusi oleh investasi dan konsumsi domestik. Porsi pengeluaran pemerintah pun hanya 8%-10% dari PDB.

Jika harga BBM Naik, apakah outlook utang Indonesia akan kembali ke posisi positif?

Salah satu kritik dari rating agency dan penyebab merosotnya outlook utang Indonesia dari positif menjadi stabil adalah karena pemerintah tidak menaikkan harga BBM. Alasannya karena  mereka melihat pemerintah tidak  melakukan rencana me-reform fiskal terkait subsidi BBM.

Sehingga pasar melihat ada pengeluaran anggaran hingga Rp 300 triliun hanya mensubsidi bahan bakar, padahal bila dana tersebut dikucurkan untuk orang miskin dan pembangunan infrastruktur justru akan memberikan pertumbuhan yang luar biasa.  Tapi pemerintah ingin menjawab kekhawatiran pasar dan rating agency selama ini dengan menaikkan harga BBM sehingga ini menjadi langkah Indonesia supaya level bisa kembali positif dan meraih investment grade.

Di sisi lain, Amerika Serikat pun tengah melakukan scale back Quantitative Easing sehingga modal akan lari semua meninggalkan negara yang memiliki ekonomi makro tidak stabil. Dengan menaikkan harga BBM, pemerintah menjamin bahwa makro ekonomi Indonesia sehat dan stabil.

Pasalnya kenaikan BBM, saya sebut sebagai tiga kemenangan (triple winning), yakni pertama, kebijakan tersebut bagus untuk memberi ruang pada fiskal atau makro Indonesia agar investment grade bisa naik. Kedua, orang miskin bisa mendapatkan subsidi bantuan atau program perlindungan masyarakat,  dan ketiga kebijakan ini untuk mendukung program ramah lingkungan.

Apakah kenaikan harga BBM ini bukan merupakan yang terakhir bagi Indonesia?

Kalau dilihat, subsidi BBM memang harus dikurangi. Tidak harus melalui kenaikan harga karena menurut Undang-undang (UU) harga BBM subsidi tidak boleh sampai kepada harga keekonomian atau mekanisme pasar. Pasti harus ada batas subsidi yang masih membuat fiskal Indonesia sehat.

Maka dari itu, ke depan pemerintah harus mencari kebijakan energi untuk merendahkan subsidi BBM, seperti melalui konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG), pengendalian sistem teknologi informasi dan lainnya. Karena pengurangan subsidi BBM merupakan amanah dalam RPJMN  dan kebijakan pemerintahan di tahun-tahun sebelumnya bahwa subsidi BBM sudah saatnya dikurangi, namun prosesnya harus secara bertahap. (Fik/Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini