Sukses

Harga BBM Naik, Taksi Bakal Sepi Penumpang Selama 6 Bulan

Organda menyatakan kenaikan harga BBM bersubsidi berpotensi membuat angkutan taksi kehilangan penumpang selama 6 bulan.

Organisasi Angkutan Darat (Organda) menyatakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi berpotensi membuat angkutan taksi kehilangan penumpang selama 6 bulan.

Kekhawatiran ini diungkapkan oleh Ketua Umum Organda Eka Sari Lorena. Dia mengatakan seluruh angkutan umum bakal terkena dampak dari penyesuaian harga BBM menjadi Rp 6.500 per liter untuk premium dan Rp solar Rp 5.500 per liter.

"Biasanya kalau ada kenaikan tarif, taksi selalu mengalami sepi penumpang selama 6 bulan. Angkutan mikrolet juga kena imbasnya karena sangat memberatkan bagi masyarakat. Percuma Upah Minimum Regional (UMR) naik 40%, tapi ada kenaikan BBM jadi income berkurang," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Senin (24/6/2013).

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Organda Andriansyah sebelumnya mengaku, tarif angkutan dalam kota akan naik 35% antara Rp 750-Rp 1.250, sedangkan kenaikan tarif angkutan antar kota sebesar 30%.

"Angkutan dalam kota, seperti angkot, metromini, kopaja dan taksi yang menggunakan bahan bakar premium sehingga persentase kenaikan lebih besar dibanding angkutan antar kota yang mengkonsumsi solar," jelasnya.

Eka menambahkan, pihaknya dapat menurunkan lebih rendah penyesuaian tarif dari rencana semula asalkan angkutan umum memperoleh insentif dari pemerintah sebagai kompensasi dari kenaikan harga BBM, onderdil maupun suku cadang kendaraan.

Terlebih lagi tarif angkutan umum tidak mengalami kenaikan sejak 2009 atau masih sebesar Rp 2.000. Seharusnya, sambung dia, pemerintah mempunyai kewajiban merevisi tarif angkutan umum setiap tahun yang mengacu pada pertimbangan kenaikan harga kebutuhan pokok, harga mobil, spare part, ban dan sebagainya.

"Kenapa semua harus marah? Dari tahun 2009, tarif angkutan tidak berubah, sedangkan biaya operasional semakin tinggi tapi tidak ada penyesuaian tarif dari pemerintah. Padahal peraturannya ada, tapi justru pemerintah yang tidak mematuhinya. Giliran listrik yang naik, tidak ada yang komplein," keluhnya.

Selama ini, lanjut Eka, angkutan umum terlalu lama berjalan sendiri tanpa perhatian dari pemerintah. Walhasil, banyak angkutan umum berhenti beroperasi karena perusahaan yang menanganinya tak mampu menyiapkan biaya operasional yang kian mencekik setiap tahun.

"Kalau memang tidak mau memberikan insentif, ya sudah kami juga akan berjalan dengan keputusan kami tetap menaikkan tarif 30%-35%. Bila penumpang beralih menggunakan busway (TransJakarta) pun tidak apa, lagipula busway kan tidak melayani semua trayek," pungkas Eka. (Fik/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.