Sukses

[VIDEO] Eni Kurnia, Menjadi Kaya Gara-gara Kulit Ular

Hewan reptil bisa menjadi ladang pendapatan lewat ragam produk berbahan baku kulit nan indah.

Bagi sebagian orang, binatang reptil seperti ular, biawak dan buaya mungkin menjadi hewan yang menakutkan. Namun tidak bagi Eni Kurnia Wasiati. Hewan reptil ini justru menjadi ladang pendapatan lewat ragam produk berbahan baku kulit nan indah.

Awal Usaha

Mengawali kisah bisnis pada 1994, pendiri CV Java Reptil ini melihat potensi kekayaan alam Indonesia yang sangat besar, terutama hewan reptil, seperti ular, biawak, dan buaya.

Binatang tersebut bukan saja bisa menjadi hidangan ekstrim, namun menyimpan kelebihan lain. Kulitnya justru dapat diolah menjadi sebuah produk bernilai seni tinggi serta menjanjikan keuntungan maksimal.

"Awalnya kami main hidup dengan memotong ular jenis kobra di Lokasari (Jakarta). Seiring berjalannya waktu, kebutuhan kulit makin banyak sehingga kami memutuskan untuk terjun sebagai supplier kulit," ungkap Wanita kelahiran Jepara, 30 Maret 1978 itu saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta.

Jalan hidup ternyata berpihak pada Eni. Istri dari Sugeng Handoyo ini memilih melanjutkan bisnis memproduksi kulit dan barang jadi pada 2004.

Usahanya kian berkembang hingga pada 2009, dia resmi menjadi eksportir dengan berhasil mengantongi izin ekspor pada 2006.

Bersama sang suami, wanita berkulit putih ini memulai produksi pertama barang jadi berbahan baku kulit ular (piton kembang, kobra, ular air), biawak dan buaya sebanyak 30-40 pieces setiap bulan. Terdiri dari produk tas, sepatu, dompet, clutch, jaket, gelang tangan, dan aksesoris lainnya.

Namun dalam kurun waktu lima tahun, workshop-nya yang berlokasi di Jalan Dakota III, Kemayoran Jakarta Pusat ini mampu memproduksi lebih dari 100 pieces tas. Pesanan terus mengalir hingga permintaan tas kecil  terusmencapai 200-300 pieces per bulan.

Bahkan jika sedang ramai misalnya saat musim panas, Eni harus mencari rekanan bisnis di Bali dan Bekasi untuk memenuhi permintaan tersebut.

Produksinya dibantu 20 orang karyawan yang terbagi pada beberapa bagian (penyamakan kulit, penjahitan, quality control dan administrasi).

"Kalau dihitung-hitung, total omzet per bulan menembus Rp 300 juta-Rp 500 juta. Itu sudah mengambil keuntungan sekitar 30%-40%," tutur Ibu dari empat orang anak ini.  
 
Dalam pemasaran, dia memanfaatkan berbagai pameran untuk menjajakan produk kulit reptilnya baik dalam maupun luar negeri, diantaranya ke Eropa,  Kroasia, Hungaria, Thailand.

"Alhamdulillah, sambutan warga Eropa terhadap produk kami sangat positif. Apalagi produk kami juga dipakai untuk merek ternama seperti Channel," ucap dia.

Ambisi Bikin Penangkaran

Selain menggeluti usahanya, Eni dan Sugeng memiliki ambisi untuk membangun sebuah penangkaran reptil. Namun kendala dana yang besar dengan nilai investasi mencapai miliaran rupiah harus menghentikan mereka saat ini.

"Kami ingin membuat penangkaran di sebuah lokasi pondok pesantren supaya bisa memenuhi suplai bahan baku. Jadi tidak ada kuota lagi karena mengandalkan ternak sendiri. Paling hanya butuh pengawasan dari LIPI dan bisa dikembangkan dengan menangkar rusa demi pelestarian hewan-hewan tersebut," harap dia.

Selain itu, peraih penghargaan Duta Product Indonesia 2013 di Eropa tersebut bakal berinovasi dengan produk-produk berbahan baku kulit Kanguru. Binatang berkantung asli  Australia itu dipilih karena ekslusivitas dari produknya.

"Permintaan mulai datang untuk memproduksi barang jadi dari kulit kanguru. Karena satu pieces tas kulit kanguru dihargai Rp 20 juta.  Jadi nilai ekonominya lebih tinggi, sehingga dapat meraup keuntungan lebih besar," pungkas Eni mengakhiri perbincangan. (Fik/Nur)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini