Sukses

Kenaikan BI Rate Bikin Mimpi Masyarakat Punya Rumah Kian Jauh

Dewan Pengurus Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) mengeluhkan kenaikan suku bunga acuan BI Rate yang hingga kini mencapai 7,5%.

Dewan Pengurus Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) mengeluhkan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) yang hingga kini mencapai 175 basis poin menjadi 7,50%.

Kenaikan ini semakin membuat takut para pengembang real estate maupun masyarakat untuk memiliki tempat tinggal. Ketua Umum DPP REI, Setyo Maharso menilai kenaikan suku bunga acuan BI merupakan tindakan untuk mengatasi defisit neraca transaksi berjalan.

"Kenaikan BI Rate perlu dilakukan pengawasan supaya tidak menggerus sektor real estate. Sebab kenaikan suku bunga ditakuti oleh pengembang," ujar dia saat membuka Musyawarah Nasional REI di Jakarta, Senin (25/11/2013).

Kebijakan menaikkan BI Rate, tambah dia, membuat mimpi masyarakat semakin jauh untuk memiliki tempat tinggal yang layak huni, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

"Mimpi mereka mau pinjam kredit untuk membeli rumah semakin jauh dan pengembang juga khawatir akan memikul beban berat karena harus menaikkan bunga kredit akibat peningkatan BI Rate," terangnya.

Setyo mendesak pemerintah pusat untuk membuat paket kebijakan yang mendukung dunia usaha, terutama bagi para pengembang kecil dan menengah. Dan paling penting, BI Rate tidak terburu-buru kembali menaikkan suku bunga.

Berdasarkan data REI, hingga Maret 2013, Setyo menyebut, sekitar 3.000 anggota REI telah membangun 104.042 unit rumah tapak yang dijual sesuai harga subsidi pemerintah. REI, lanjutnya, juga telah menyelesaikan buku cetak biru (blue print) setelah melakukan kajian regulasi maupun hambatan selama satu tahun.

"Blue print ini menjadi tanda bukti cinta kami kepada negeri supaya ikut berperan aktif membangun perumahan layak huni khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah," ujar dia.

Tantangan ke depan, menurut Setyo, adalah masalah perizinan, pertanahan dan perpajakan. "Hampir 3.000 pengembang keluhkan perizinan tanah dan pajak di daerah. Pemberian lokasi berbiaya tinggi, izin tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan," keluhnya.

Dia meminta kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menindak petugas yang mengulur proses penerbitan sertifikat untuk membangun perumahan.

"Kejelasan perizinan menjadi harga mati bagi para pengembang. Dan meminta pemerintah memberikan insentif bagi kami dalam membangun rumah secara berkelanjutan," jelas Setyo. (Fik/Nur)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini