Sukses

Sampai 2028, China Tak Bakal Bisa Kalahkan Ekonomi AS

China tak akan melampaui ekonomi Amerika Serikat (AS) hingga 2028.

Perusahaan konsultasi ekonomi yang berbasis di London The Centre for Economics and Business Research (CEBR) mengungkapkan, China tak akan melampaui ekonomi Amerika Serikat (AS) hingga 2028. Sementara saat ini, China masih berada di posisi kedua setelah AS sebagai negara dengan preskonomian terbesar di dunia.

Seperti dikutip dari CNBC, Senin (30/12/2013), menurut lembaga World Economic League Table CEBR, laju pertumbuhan ekonomi China hingga mampu merebut posisi pertama di dunia akan lebih lambat dari yang sebelumnya diprediksi para analis. Para analis CEBR mengatakan, hal ini mengingat ekonomi AS terus menguat sementara ekonomi domestik China justru cenderung melemah.

"Perkembangan ekonomi China yang spektakuler memang terus berlanjut tapi saat ini pertumbuhannya cenderung melambat. Namun kami masih memprediksi China dapat menggeser AS sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia pada 2028 untuk pertama kalinya sejak 1890," ungkap para analis CEBR.

Menurut perusahaan ekonomi global tersebut, produk domestik bruto (PDB) China dapat tumbuh hingga US$ 33,5 triliun pada 2028. Angka tersebut melonjak dari jumlah PDB sebesar US$ 8,9 triliun tahun ini.

Menyusul di bawah China, untuk tahun yang sama, India diprediksi menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia. Perkembangan India jauh melampaui Jepang.

CEBR menjelaskan,  posisi Jepang banyak terkena dampak negatif pelemahan mata uang yang telah merosot hingga 20% terhadap dolar AS tahun ini. Kondisi tersebut tentu saja menarik turun jumlah PDB-nya.

"Selain itu data demografis Jepang juga membuatnya tak bisa merebut posisi ketiga dunia dan terpaksa harus kalah dari India pada 2028," terang para analis.

Negara lain yang ekonominya juga akan melambung tinggi adalah Inggris. Negara tersebut diprediksi mampu mengalahkan Prancis dan Jerman untuk menjadi negara dengan perekonomian terbesar di Eropa pada 2030.

"Demografis yang positif dengan tingginya akan imigrasi, rendahnya tekanan dan masalah di zona Eropa, ditambah dengan rendahnya biaya pajak membuat negara-negara di kawasan tersebut tumbuh dengan pesat," ungkap para anlalis seperti tertulis dalam laporan CEBR.

Para analis CEBR mengaku telah memperbarui laporannya dengan penyesuiaian prediksi surplus energi serta jatuhnya harga minyak dan gas pada 2020-an. Selain itu harga komoditas serga pelemahan mata uang negara-negara berkembang tahun ini turut menjadi indikator dalam pelaporan tersebut. (Sis/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini