Sukses

Buruh: Uang Rakyat Rp 207 Triliun Berpotensi Raib Jelang Pemilu

KSPI menduga terjadi pelanggaran hukum dalam peralihan PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menduga terjadi pelanggaran hukum dalam peralihan PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Pasalnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum mengaudit aset kedua ex BUMN ini.

Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, sejak 1 Januari 2014, Askes dan Jamsostek sudah resmi beralih menjadi badan hukum publik karena terlepas dari kewajiban tunduk pada Undang-undang (UU) Perusahaan Terbatas (PT) dan BUMN.

"Karena sudah berubah menjadi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, maka berubah pula menjadi badan hukum publik yang seluruh asetnya dimiliki rakyat bukan pemerintah," tegasnya di Jakarta, Jumat (3/1/2014).

Perubahan ini, tambah Said, menimbulkan tanda tanya karena seluruh rakyat Indonesia belum mengetahui nasib aset kedua perusahaan tersebut paska menyandang status BPJS.

"Kemana nih aset? Apalagi mau pemilu karena pengalihan aset pasti terhadi. Ini uang rakyat karena kalau terjadi pengurangan aset maka akan mempengaruhi stabilitas BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan," ujarnya.

Seluruh aset (bergerak maupun tidak bergerak) tersebut, menurutnya, belum dilakukan audit atau investasi oleh BPK. Sehingga hal ini dianggap sebagai pelanggaran hukum.

Padahal seluruh aset tersebut otomatis menjadi milik rakyat Indonesia karena mempunyai kewajiban mengiur premi setiap bulan. Artinya, kata Said, harta kekayaan Jamsostek maupun Askes menjadi milik pemerintah, pengusaha dan pemerintah.

"Pelanggaran hukum, sangat fatal. Coba lihat gedung Askes dan Jamsostek itu sekarang punya siapa karena belum diaudit? Pengalihan aset akan mudah sekali kalau tidak diaudit," jelas dia.

Dia mencatat, nilai aset Jamsostek mencapai Rp 147 triliun. Sedangkan aset Askes sebesar Rp 60 triliun. Said menduga, bahwa pemerintah berniat menguasai aset-aset tersebut.   

"Total ada Rp 207 triliun uang rakyat yang berpotensi hilang atau raib menjelang pemilu karena tidak diaudit BPK. Dugaan kami pemerintah ingin memiliki ini," pungkas Said. (Fik/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini