Sukses

Pemerintah Takut Rakyat RI Menganggur Gara-gara UU Minerba

Penerapan UU Minerba akan berdampak terhadap perusahaan-perusahaan pertambangan yang mayoritas berada di daerah.

Pemerintah mengkhawatirkan melonjaknya pengangguran akibat larangan ekspor barang mineral mentah seperti yang tercantum dalam Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara (Minerba). Kekhawatiran ini muncul terutama bagi daerah-daerah pertambangan di seluruh Indonesia.

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, penerapan UU Minerba akan berdampak terhadap perusahaan-perusahaan pertambangan yang mayoritas berada di daerah.


"Konsen saya lebih kepada tenaga kerja di daerah, karena kita mesti akui bahwa dominannya daerah pertambangan ada di Kalimantan, Nusa Tenggara dan Papua," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, seperti ditulis Senin (6/1/2014).


Chatib mengakui, kehidupan masyarakat di daerah sangat bergantung pada perusahaan-perusahaan pertambangan tersebut. Sebab dengan larangan ekspor barang mineral mentah, lanjutnya, otomatis perusahaan tambang itu bakal mengurangi volume produksinya.


"Kalau mengurangi produksinya pasti akan mengurangi karyawannya. Efeknya seperti apa ini yang harus dicarikan solusi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sedangkan kami dari sisi fiskalnya," tambahnya.


Di sisi fiskal, dia menyebut, penerapan UU Minerba akan mengganggu penerimaan negara karena Indonesia harus siap kehilangan pendapatan sekitar US$ 5 miliar. Namun persoalan itu bukan menjadi kekhawatiran utama pemerintah karena mampu dikompensasi dari penerimaan lain.

"Kalau soal neraca perdagangan yang hilang US$ 5 miliar bisa dikompensasi dari realisasi PPh Pasal 22 KITE yang bisa hemat US$ 2 miliar-US$ 3 miliar dan penghematan penggunaan biofuel sekitar US$ 3 miliar-US$ 4 miliar," papar Chatib.

Kondisi ini, menurutnya, juga akan ditopang oleh capaian surplus neraca perdagangan yang mencapai angka US$ 776,8 juta pada November 2013. "Karena surplus, mestinya defisit transaksi berjalan (current account) bisa lebih rendah di triwulan IV sekitar di bawah US$ 7 miliar," pungkas dia. (Fik/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini