Sukses

Jateng Darurat Infrastruktur di Tahun Infrastruktur?

Cuaca ekstrem mengakibatkan 167 kilometer (km) dari total panjang 495 km atau 34% jalan di Jalur Pantura rusak.

Cuaca ekstrem mengakibatkan 167 kilometer (km) dari total panjang 495 km atau 34% jalan di Jalur Pantura di Jawa Tengah (Jateng) mengalami kerusakan.

Data yang dirilis Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional (P2JN), menyebutkan itu baru untuk Jalur Pantura saja. Hal serupa terjadi di jalur Lintas Selatan, di mana jalan rusak sepanjang 94 km.

Dalam rapat kerja Komisi D DPRD Jateng, Kepala Bidang Bina Teknik, Dinas Bina Marga Jateng, Hanung Triyono menyatakan, pihaknya belum bisa memperbaiki jalan tersebut karena terkendala proses lelang. Perbaikan dikatakan paling cepat baru berjalan pada Maret 2014.

"Penanganan daruratnya dengan cara pengurukan tanah, batu putih maupun aspal,” kata Hanung Triyono, Kamis (6/2/2014).

Bina Marga menyebutkan saat ini masih banyak jalan berlubang dan rusak parah di sejumlah titik di Jateng seperti Semarang dan Cilacap.

"Kerugian akibat kerusakan jalan itu mencapai Rp 466 miliar sesuai alokasi dana perbaikan jalan, yakni APBN Rp 353 miliar dan APBD Jateng Rp 113 miliar. Di luar perbaikan secara permanen," kata Hanung.

Dinas Bina Marga Jawa Tengah sendiri sebenarnya memiliki alokasi pemeliharaan jalan sebesar Rp 111 miliar. Dana ini di antaranya digunakan menutup jalan berlubang secara tambal sulam.

Anggota komisi D DPRD Jateng, Hadi Santoso ST menyebutkan bahwa berdasar data yang dipaparkan, ada hal-hal yang tidak faktual. Klaim kerusakan diakibatkan cuaca ekstrem hanya alibi saja.

"Ruas jalan rusak paling banyak di Cilacap dan sekitarnya. Sedangkan genangan air terjadinya di Pantura. Jadi selain faktor alam ada faktor lain penyebab naiknya kerusakan 18% jalan," kata Hadi.

Menurutnya, upaya perbaikan tak harus menunggu musim kemarau. Setidaknya ada perlakuan "darurat infrastruktur". Apalagi tahun 2014 sudah dicanangkan sebagai Tahun Infrastruktur oleh Gubernur Ganjar Pranowo.

"Tahun infrastruktur, Bina Marga menjadi ujung tombak pembangunan sehingga harus fokus pada penanganan darurat. Seperti penambalan atau pengurukan jalan berlubang. Tak harus halus karena darurat, intinya jangan sampai ada lubang dalam atau ada tong atau pohon yg ditanam ditengah jalan," kata Hadi Santoso.

Politisasi Anggaran

Peneliti anggaran dari Indonesia Budget Center, Apung Widadi mengingatkan agar Gubernur Ganjar Pranowo tidak melakukan politisasi anggaran. Berdasarkan dokumen di Dinas Bina Marga, sesungguhnya ada dana pemeliharaan jalan Rp 111 miliar.

"Pertanyaannya, kenapa sudah jatuh korban meninggal, anggaran itu tidak bisa dipakai dan harus menunggu Maret saat mendekati Pemilu?" kata Apung Widadi.

Menurut dia, Gubernur sebenarnya juga bisa mencari terobosan agar anggaran yang ada bisa segera dimanfaatkan. "Kalau untuk belanja pegawai bisa langsung dipakai begitu anggaran disahkan. Kenapa untaspek pelayanan publik nggak bisa?" kata Apung.

Menurut Apung, Kementerian PU melalui Ditjen Bina Marga pernah mengatakan akan menangani kerusakan jalan nasional melalui upaya tanggap darurat.

Ditjen Bina Marga menginventarisasi kebutuhan dana penanganan sementara Rp 510,32 miliar. Setelah penanganan sementara, dibutuhkan juga penanganan permanen dengan dana Rp 1, 517 triliun.

"Rupanya tahun politik ini dimanfaatkan betul momentum pembelanjaan anggarannya, sehingga realisasi anggaran yang bersumber pada APBD sengaja dibuat lamban dan akan numpang pada anggaran nasional," kata Apung. (Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.