Sukses

Bos Freeport Bungkam Soal Kerugian Akibat Larangan Ekspor Mineral

Freeport sempat meminta keringanan Bea Keluar (BK) mineral olahan dari pemerintah Indonesia.

Rencana PT Freeport Indonesia membangun pabrik peleburan dan pemurnian (smelter) menimbulkan tanda tanya besar, apakah raksasa tambang ini bakal tetap mengusulkan keringanan Bea Keluar (BK) mineral olahan dari pemerintah Indonesia?.

Namun pertanyaan ini tak mampu dijawab Presiden Direktur Freeport Indonesia, Rozik B Soetjipto. Pria berkacamata ini enggan mengungkapkan secara detail ketika berondongan pertanyaan soal kelanjutan permintaan keringanan BK menjurus kepadanya.

"Ini urusan smelter kok, jadi urusannya lain," tegas dia dengan wajah datar saat ditemui usai Penandatanganan MoU Studi Kelayakan Pembangunan Smelter bersama PT Antam Tbk di Jakarta, Senin (10/2/2014).

Bahkan Rozik enggan menjawab ketika awak media menanyakan soal penurunan ekspor ataupun kerugian yang diderita perusahaan paska satu bulan Undang-undang (UU) Minerba Nomor 4 Tahun 2014 berjalan terutama larangan ekspor mineral mentah (ore).

Sementara itu, dia pun mengaku belum menyerahkan hasil pra studi kelayakan bersama HEX Engineering Company maupun rencana kajian studi kelayakan dengan Antam. "Belum lah, nanti kalau sudah ada yang kongkrit baru kami undang semua," ucapnya.

Terpenting kata Rozik, pihaknya ingin melihat keseriusan dari Antam untuk menggarap studi kelayakan pembangunan smelter tersebut.

"Jangan mendahului (menilai negatif atau positif hasil kajian FS), karena inilah pentingnya kerja sama dengan Antam untuk melihat keseriusannya. Banyak hal yang unik di Indonesia sebab lokasi yang berbeda, akan berbeda pula biaya pengadaan lahan dan lainnya," tandas dia.

Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Susilo Siswoutomo menegaskan bahwa pemberlakuan BK dan UU tersebut adalah hal mutlak yang wajib dilaksanakan seluruh perusahaan pertambangan di Tanah Air.

Jika tidak Freeport dan PT Newmont Nusa Tenggara akan terancam kena BK yang akan naik secara bertahap hingga mencapai 60% sampai akhir 2016.

Tujuan dari penerbitan BK tersebut, adalah memaksa perusahaan tambang untuk membangun smelter supaya ekspor mineral ke depan mempunyai nilai tambah bagi Indonesia, pengusaha dan masyarakat.

"Mereka (Freeport dan Newmont) harus komit bangun smelter karena itu sudah tidak bisa tawar menawar lagi. Tidak ada kalau-kalau, sebab bangun smelter adalah keharusan," cetus Susilo.

Bahkan pemerintah seperti memberi keringanan bagi dua perusahaan tersebut karena tetap diizinkan untuk mengekspor konsentrat walaupun dengan syarat.

"Freeport dan Newmont boleh ekspor konsentrat cuma syaratnya dia harus komit bikin smelter. Dan untuk mendapatkan surat izin ekspor dari pemerintah, mereka harus menyerahkan road map yang jelas untuk pembangunan smelter," terang dia.

Road map tersebut, kata Susilo, supaya pemerintah mengetahui dengan jelas arah pembangunan smelter, termasuk target penyelesaiannya. Sayangnya, dia tak menyebut apakah kedua perusahaan harus menandatangani perjanjian hitam di atas putih untuk megetahui keseriusannya.

"Daripada ribut-ribut, ngurusin minta ini minta itu, lebih baik urusin saja komitnya dan lain-lain. Tapi saya rasa mereka niat kok (bangun smelter)," tandasnya. (Fik/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini