Sukses

Efek Kebijakan The Fed Lebih Berisiko Ketimbang Politik Domestik

Ekonom UI, Firmanzah mengatakan, kebijakan moneter, fiskal dan sektor riil perlu segera dirumuskan untuk menghadapi kebijakan The Fed.

Liputan6.com, Jakarta - Tekanan dan sentimen global terhadap rencana bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve/The Fed untuk mengakhiri stimulus moneter dan rencana penyesuaian tingkat suku bunga acuan menjadi perhatian investor global.

Sentimen ini juga dinilai lebih mengkhawatirkan ketimbang ketidakpastian politik domestik. Ekonom Universitas Indonesia (UI), Firmanzah menilai, nilai tukar mata uang melemah dialami banyak negara di Asia, dan tidak terkecuali Indonesia.

Ia memperkirakan,  investor global sedang melakukan konsolidasi atas portfolio mereka dengan melakukan penghitungan kembali baik risiko maupun imbal hasil atas rencana penempatan dana di banyak negara.

Firmanzah mengingatkan, pengakhiran stimulus moneter akan berdampak langsung terhadap likuiditas global dan hal ini perlu menjadi perhatian khusus bagi para pengambil kebijakan di banyak negara.

"Kebijakan moneter, fiskal dan sektor riil perlu segera dirumuskan sebagai langkah antisipasi agar dampak dari rencana penghentian stimulus moneter dan penyesuaian suku bunga di Amerika Serikat dapat dimitigasi,"  ujar Firmanzah, seperti dikutip dari laman Setkab, Senin (6/10/2014).

Lantaran itu, Firmanzah menuturkan, langkah yang dilakukan dapat mengelola risiko capital outflow dari Indonesia dengan baik sehingga tidak membahayakan fundamental ekonomi nasional.

Adapun dinamika politik nasional mulai dari fenomena tentang voting tata tertib DPR, UU Pilkada, dan pemilihan pimpinan DPR-RI, dikhawatirkan sejumlah kalangan akan menciptakan ketidakpastian politik sehingga risiko doing-business di Indonesia akan meningkat di kemudian hari.

Namun bagi Firmanzah, hal itu perlu dicermati lebih mendalam mengingat pengalaman Indonesia dalam mengelola dinamika politik baik di parlemen (DPR dan DPRD) ataupun dinamika politik di akar rumput (pemilihan kepala daerah/pilkada) sangatlah baik.

Firmanzah mencontohkan, misalnya saja dinamika politik di DPR terkait dengan polemik bail-out Century yang menghasilkan dua kelompok yaitu mereka yang setuju dan tidak setuju. Terlepas dari analisa ekonomi, polemik ini menjadikan dinamika di DPR menjadi sangat dinamis dan kompleks.

Meski begitu, pada 2010-2011, kepercayaan investor dunia justru semakin meningkat dengan diberikannya Indonesia investment grade oleh lembaga pemeringkat internasional S&P, Moody's, Fitch, dan Japan Credit Agency (JCRA).

Menurut Firmanzah, dinamika politik antara koalisi Indonesia Hebat dan Merah Putih masih terjadi dalam tingkat wajar.

Ia menilai, eskalasi politik antara mereka masih dalam koridor konstitusi dan pengalaman Indonesia di era demokrasi dalam mengelola konflik baik di parlemen maupun akar rumput merupakan bukti matangnya demokrasi di Indonesia. Sehingga para investor tidak perlu khawatir dan cemas akan kepastian iklim politik di Indonesia.

"Terlebih secara fundamental ekonomi nasional masih sangat terjaga, hal ini ditunjukkan dari sejumlah indikator seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia positif, cadangan devisa dan tren positif investasi langsung, terjaganya daya beli masyarakat, dan defisit fiskal di bawah 3 persen, dan porsi utang terjaga," kata Firmanzah. (Ahm/)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.