Sukses

Jokowi Diminta Tak Pilih Menteri Beraliran Neolib

Beberapa nama mulai digadang-gadang masuk dalam Kabinet Jokowi.

Liputan6.com, Jakarta - Wacana masuknya nama mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai calon Menko Perekonomian dalam kabinet pemerintahan Jokowi-JK menuai protes.

Sekretaris Jenderal FITRA, Yenni Sucipto menilai Sri Mulyani akan membawa ekonomi Indonesia tetap bergantung dengan pihak asing atau bermahzab neoliberalisme.

"Ketika nama Sri Mulyani itu muncul, mau bagaimana lagi membawa Indonesia ketidakmandirian lagi, bisa-bisa negara ini hancur. Dia, tidak sesuai dengan amalan konstitusi, tidak sesuai Pancasila yang menjadi sistem di negara kita," jelas dia di Jakarta, Jumat (17/10/2014).
 
Penolakan itu bukan tanpa alasan dan dasar. Fitra, menurut Yenni, menilai sosok Sri Mulyani saat masih menjabat sebagai Menteri Keuangan di kabinet Indonesia bersatu jilid I, di mana melakukan analisa tentang kebijakan pemerintah mengenai asumsi makro sebagai tolak ukur penyusunan APBN tiap tahunnya.
 
"Kita pernah 2005 sempat melakukan analisa tentang kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui tangan Sri Mulyani, melalui asumsi makro ekonomi kita. Dari situ saja kita sudah bisa melihat bahwa kedepannya Indonesia tidak akan mandiri dengan model asumsi makro ekonomi yang disusun oleh Sri Mulyani," beber dia.
 
Saat ini tumpuan harapan seluruh rakyat tertuju pada Jokowi - JK. Gaya kepemimpinannya yang dinilai merakyat itu   semakin membuat rakyat menaruh harapan besar kepada mantan gubernur DKI Jakarta tersebut.
 
Namun, harapan rakyat yang terlalu besar juga ada sisi bahayanya, apabila Jokowi - tidak mampu memenuhi harapan tersebut. Dukungan rakyat bisa berbalik 90 derajat, yang awalnya mendukung bisa berbalik menyerang. Kepercayaan publik pun akan sirna.
 
Salah satu harapan rakyat kepada Jokowi adalah terbentuknya kabinet pemerintahan dan pejabat publik yang memiliki nasionalisme kuat, berkompeten dan terutama bersih dari masalah korupsi serta bebas dari kepentingan asing yang merugikan bangsa.
 
Performa kabinet pasti akan mempengaruhi kredibilitas jokowi sebagai kepala pemerintahan. Pun demikian masalah penempatan pimpinan BUMN dan jabatan publik lainnya di pemerintahan akan menjadi ukuran terkait dengan kinerja pemerintahan Jokowi-JK mendatang. Terkait hal itu, kredibilitas Jokowi akan dipertaruhkan.
 
Oleh karenanya, Jokowi harus memiliki keberanian untuk membersihkan kabinetnya dari orang-orang bermasalah seperti halnya orang-orang yang terindikasi masalah korupsi.
 
Memilih orang-orang yang pernah menjadi "pasien" KPK sangat beresiko bagi Jokowi. Karena hal itu bisa meruntuhkan kepercayaan publik.
 
Selain masalah neoliberalisme, Jokowi juga harus mampu menghindari orang-orang yang merupakan bagian dari jejaring kapitalis lokal maupun asing dan jejaring para mafia yang telah menghisap kekayaan alam dan merampok anggaran negara dengan berbagai cara.
 
Sebab, bila Jokowi gagal membendung orang-orang bermasalah, maka Jokowi akan menanggung akibatnya. Bila dia tak hati2, bisa terjungkal oleh orang di lingkarannya sendiri.
 
Beberapa pihak yang diduga terindikasi kasus korupsi masuk dalam Kabinet Jokowi. Nama seperti Ari Soemarmo, Darwin Silalahi, Widhyawan dan lainnya. (Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.