Sukses

Pengusaha Protes Tarif Listrik Pakai Indikator Kurs dan Minyak

Pengusaha menilai penyesuaian tarif listrik berdasarkan ketiga indikator tersebut tidak tepat.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 31 Tahun 2014 tentang tarif tenaga listrik yang disediakan PLN.

Dalam Permen tersebut mengatur tentang penyesuaian tarif yang akan mengacu pada tiga indikator yaitu kurs rupiah, harga minyak dan inflasi.

Menanggapi hal ini, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan penyesuaian tarif listrik berdasarkan ketiga indikator tersebut tidak tepat dan hanya akan merugikan industri dalam negeri sebagai pengguna tenaga listrik.

Menurutnya, jika berpatokan pada ketiga indikator tersebut, maka fluktuasi tarif listrik akan cenderung mengalami kenaikan dibandingkan penurunan.

"Fluktuasinya cenderung naik. Saya tidak yakin nilai tukar rupiah kita bisa turun ke Rp 9 ribu, kalau melemah ke Rp 13 ribu-Rp 15 ribu itu mungkin. Selain itu, harga minyak hanya 5 tahun sekali turun, seperti terjadi saat ini. Tapi seluruh dunia saat ini terperangkap dalam resesi global karena harga seluruh komoditi turun," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat (5/12/2014).

Dia juga mengaku heran karena pemerintah menetapkan tarif tenaga listrik berdasarkan tiga indikator tersebut, terutama pada indikator harga minyak.

Pasalnya pembangkit listrik yang dikelola PLN tidak hanya menggunakan BBM sebagai pengerak pembangkitnya, tetapi juga menggunakan unsur lain seperti batubara dan bahkan air yang tersedia cuma-cuma.

"Ini seolah-olah PLN menggunakan minyak semua, padahal pembangkitnya juga menggunakan air, batubara dan lain-lain. Jadi kenapa harus menggunakan harga minyak dan kurs yang menjadi patokan," lanjut dia.

Ade berpendapat, hal ini hanya sebagai upaya PLN dan pemerintah untuk mendapatkan pemasukan yang besar dari sektor industri. Namun jika ini terus dipaksakan, mau tidak mau banyak industri yang akan tutup.

"Mungkin PLN mau mengeruk untung sebanyak-sebanyaknya dari kegiatan ekonomi yang ada. Tetapi saya jamin itu tidak akan terjadi karena industri akan tutup sehingga tidak ada industri yang bisa beri pemasukan," tandas dia. (Dny/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.