Sukses

5 Negara Asia yang Sumringah Saat Harga Minyak Turun

Merosotnya harga minyak dunia ternyata bisa menjadi ladang untung bagi negara-negara pengimpor minyak terbesar di kawasan Asia.

Liputan6.com, Jakarta - Merosotnya harga minyak dunia ternyata bisa menjadi ladang untung bagi negara-negara pengimpor minyak terbesar di kawasan Asia. Meski begitu, sebagian analis energi mengungkapkan, kemerosotan harga minyak itu diprediksi tak akan bertahan lama.

 
Mengutip laman The Diplomat, Senin (8/12/2014), akhir pekan lalu, benchmark minyak mentah jenis Brent menurun hingga berada di bawah US$ 70 per barel dan merupakan level terendah sejak Mei 2010. Sementara minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) merosot hingga mencapai US$ 65,84 per barel.
 
Harganya semakin menurun drastis setelah OPEC memutuskan untuk tidak memangkas produksi. Padahal harga minyak saat itu telah meluncur hingga 40 persen dalam lima bulan terakhir.
 
Para pemenang dari anjloknya harga minyak dunia tentu saja para importir besar seperti China, Jepang dan India yang mengimpor sebagian besar pasokan minyaknya. Sementara Indonesia dan Malaysia juga mendapat untung lebih besar karena pada saat bersamaan menaikkan harga bahan bakar minyak guna memangkas subsidi energi.
 
"Harga minyak yang rendah tentu saja menguntungkan kami. Kami benar-benar berada dalam posisi yang menyenangkan," ungkap K.V. Rao, Direktur Keuangan Hindustan Petroleum, kilang minyak terbesar ketiga di India.
 
Harga minyak dunia yang lebih rendah telah membantu Perdana Menteri India Narendra Modi memangkas subsisi BBM dan mengurangi defisit fiskalnya. Biaya impor minyak India berkurang drastis dari US$ 169 miliar pada Juli menjadi US$ 164 miliar pada Oktober.
 
Harga minyak yang lebih rendah membantunya mengendalikan inflasi.
 
Sementara itu, China yang merupakan importir minyak terbesar di dunia juga mendulang untung. Bagaimana tidak, total impornya mencapai 60 persen dari  pasokan domestiknya. Alhasil, harga minyak yang rendah semakin menguntungkan pertumbuhan ekonomi China.
 
Menurut Bank of America Merrill Lynch, setiap penurunan 10 persen harga minyak, PDB China naik 0,15 persen sementara inflasi turun 0,2 persen.
 
Untuk Jepang, importir minyak ketiga terbesar di dunia, harga minyak yang lebih rendah mampu mendorong tingkat perekonomiannya yang belakangan mengalami resesi. Meski begitu, turunnya harga minyak masih menantang upaya pemerintah mengakhiri deflasi.
 
Gubernur Bank Sentral Jepang Haruhiko Kuroda mengatakan, jatuhnya harga minyak merupakan pendorong upaya bank tersebut untuk mencapai target inflasi 2 persen.
 
Di Indonesia, Presiden Joko Widodo memutuskan menaikkan harga BBM justru di tengah penurunan harga minyak dunia. Kenaikkan harga BBM sebesar 30 persen itu dapat menghemat subsidi energi senilai US$ 8 miliar. 
 
Dengan penurunan harga minyak, maka stimulus perbaikan ekonomi Indonesia akan lebih baik.
 
"Awalnya penghematan dari kenaikkan harga BBM hanya sekitar 1,1 persen dari PDB. Tapi dengan penurunan harga minyak, penghematan dapat mencapai 1,5 persen hingga 2 persen dari PDB," ungkap ekonom Credit Suisse Santitarn Sathirathai. (Sis/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini