Sukses

Upaya RI-China TIngkatkan Kerja Sama Ekonomi

Menko Perekonomian Sofyan Djalil bertemu NDRC Tiongkok membahas defisit neraca perdagangan, relokasi pabrik hingga penjajakan pinjaman.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil menggelar pertemuan dengan National Development and Reform Commission (NDRC) atau disebut Bappenas Tiongkok usai bertemu duta besar Rusia untuk Indonesia.

Dalam kesempatan ini, pemerintah Indonesia dan Tiongkok membahas banyak hal, mulai dari mengurangi defisit perdagangan, relokasi pabrik sampai penjajakan pinjaman dari perbankan Tiongkok.

Sofyan mengatakan, pertemuan ini merupakan lanjutan tatap muka antara Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Joko Widodo pada KTT APEC beberapa waktu lalu. Pertama, lanjutnya, pembahasan mengenai sektor maritim di Indonesia. NDRC menyoroti persoalan pembangunan infrastruktur untuk mendukung sektor prioritas tersebut.

"Kedua mengangkat persoalan defisit neraca perdagangan antara Indonesia dan Tiongkok yang mencapai US$ 9 miliar. Saya bilang ini masalah yang harus sama-sama kita adress," ujar dia di Jakarta, Senin (22/12/2014).

Namun, lanjutnya, pemerintah Tiongkok berharap Indonesia dapat meningkatkan ekspor ke Negeri Tirai Bambu itu, termasuk membangun kawasan industri di Indonesia.

"Dan nanti industri yang sudah tidak bisa kompetisi di Tiongkok lagi karena upah buruhnya sudah meningkat bisa relokasi ke Indonesia supaya negara ini bisa menjadi basis produksi dan basis ekspor, termasuk ke Tiongkok maupun ke negara lain, papar dia.

Lebih jauh menurut Sofyan, Indonesia membangun pembangkit listrik, pelabuhan laut, membangun industri maritim, galangan kapal dan Tiongkok menawarkan fasilitas pembiayaan agar pemerintah dapat merealisasikan program prioritas tersebut.

Tiongkok, sambung dia, telah mensponsori Bank Infrastruktur Asia (Asian Infrastructure Bank) yang sanggup mendanai proyek-proyek besar sebuah negara.

"Mereka juga punya bank besar seperti National Development Bank of China yang berpotensi untuk kita tap, selain World Bank, ADB, dan lainnya. Itu sumber pendanaan jangka panjang yang dimungkinkan untuk pendanaan infrastruktur Indonesia," terangnya.

Belum lagi deretan bank-bank komersial Tiongkok yang memiliki kapasitas untuk memberikan pinjaman program infrastruktur Indonesia. Selama ini, Indonesia aktif mengantongi pinjaman dari Bank Dunia, ADB, Jepang, Tiongkok dan lainnya.

"Ini perlu pembicaraan lebih lanjut, perlu ada technical meetings sehingga bisa kita lihat sebuah paket. Paket teknologinya, paket pinjaman apakah kompetitif atau tidak. Jadi mana yang paling menguntungkan buat Indonesia, kita akan lihat," papar Sofyan Djalil.

Sebagai contoh, Sofyan menyebut, PT PLN telah melakukan negosiasi intensif dengan Bank Dunia dan ADB. Intinya, tegas dia, pemerintah akan menggunakan sebanyak mungkin dengan pinjaman bilateral atau multilateral sehingga jatuh tempo dapat lebih panjang, tingkat bunga jauh lebih murah dari pinjaman komersil. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini