Sukses

Pengusaha Minta Pemerintah Dorong Investasi Sapi Perah

Jika sektor investasi ini tidak dikembangkan, maka seterusnya Indonesia harus bergantung pada susu impor.

Liputan6.com, Jakarta - Industri pengolahan susu dalam negeri meminta pemerintah untuk mendorong investasi pada sektor sapi perah. Hal ini lantaran 80 persen kebutuhan bahan baku industri masih berasal dari impor.

Direktur Eksektif Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS) Yelita Basri mengatakan, jika sektor investasi ini tidak dikembangkan, maka seterusnya Indonesia harus bergantung pada susu impor.

"Kita minta pemerintah selamatkan kondisi yang ada. Malah kemarin waktu krisis daging sapi perah malah banyak yang masuk rumah jagal untuk dipotong," ujarnya di Kantor Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Senin (12/1/2015).

Dia mengatakan, investasi di industri pengolahan susu dengan peternakan sapi perah memiliki keterkaitan yang erat. Namun selama ini pertumbuhan investasi pada kedua sektor tersebut tidak seimbang.

"Masih mengandalkan pola bermitra dengan petenak. Ini tidak memenuhi kebutuhan pendanaan, teknis produk dan lain-lain. Makanya ini perlu bantuan," lanjutnya.

Sementara untuk investasi baru di sektor sapi perah, Yelita meminta adanya kebijakan pemerintah yang merubah dari pola kemitraan menjadi pola kredit sehingga mendorong masyarakat untuk membuat usaha peternakan sapi perah.

"Kita butuh paling tidak 50 ribu bibit baru, supaya kita bisa hasilkan susu yang kualitas baik, kondisi sekarang sudah kritis," kata dia.

Selain kemudahan dalam hal investasi, industri pengolahan susu juga meminta pemerintah untuk memberikan kemudahan dalam izin impor susu perah untk menjaga kesinambungan bahan baku.

"Kan 80 persen kita masih tergantung impor susu. Nah kita minta disedehanakan izin impornya, kalau sekarang izinya butuh waktu 6 bulan," tandas dia.(Dny/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.