Sukses

Berapa Potensi Penerimaan Negara dari Pajak Barang Super Mewah?

Pengenaan pajak barang mewah seiring dengan target pemerintah yang sedang giat menggenjot penerimaan pajak dalam lima tahun mendatang.

Liputan6.com, Jakarta -
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengaku akan mendulang potensi penerimaan pajak sebesar Rp 1 triliun dari perluasan obyek pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas barang super mewah. Hal ini seiring dengan target pemerintah yang sedang giat menggenjot penerimaan pajak dalam lima tahun mendatang. 
 
"Memang ada potensi penerimaan pajak dari PPh Pasal 22 atas barang mewah minimal Rp 1 triliun," ungkap Wakil Menteri Keuangan sekaligus Plt Dirjen Pajak, Mardiasmo di kantornya, Jakarta, Jumat (23/1/2015). 
 
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015, PPh nonmigas ditargetkan naik dari Rp 555,7 triliun menjadi Rp 629,8 triliun. Pajak pertambahan nilai (PPN) meningkat dari Rp 525 triliun menjadi Rp 576,5 triliun. 
 
Nilai pajak lainnya dinaikkan dari Rp 5,7 triliun menjadi Rp 11,7 triliun. Untuk pajak bumi dan bangunan, porsinya tetap Rp 26,7 
triliun.
 
"Kita ingin menaikkan penerimaan, makanya kita revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253 Tahun 2008," ucap Mardiasmo.
 
Dia berharap, revisi aturan mengenai Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Dari Pembeli Atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah itu paling lambat tuntas pada akhir Januari 2015. 
 
Terpisah, Direktur Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti mengatakan, pemerintah menurunkan kriteria pemungutan pajak terhadap beberapa barang super mewah, seperti kapal pesiar, pesawat udara pribadi, rumah beserta tanah, apartemen, kendaraan bermotor roda 4. 
 
Sedangkan untuk penambahan obyek pemungutan pajak baru yang kena PPh Pasal 22, yakni barang super mewah jam tangan, sepatu, tas dan kendaraan bermotor roda 3 atau 2. 
 
"Kita menyesuaikan dengan kondisi saat ini, mungkin ada barang-barang ewah yang dianggap perlu dikenakan PPh. Tarif PPh-nya sama seperti di PMK, dan nggak diubah," cetus Astera. (Fik/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini