Sukses

Rupiah Bakal Sulit Bangkit pada 2015

Nilai tukar rupiah dinilai lebih bergejolak ketimbang mata uang negara lain di Asia.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Valas, Farial Anwar pesimistis terhadap target nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang dipatok pada rentang Rp 12.200-Rp12.800 dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015.

Pihaknya memproyeksikan kurs rupiah bakal lebih lemah dari kisaran asumsi tersebut.

"Saya nggak pernah percaya dengan asumsi APBN, karena selama bertahun-tahun nggak pernah tepat. Angkanya selalu berubah terus," ungkap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Minggu (25/1/2015).

Dalam perjalanannya selama setahun, sambung Farial, kurs rupiah berpotensi bergerak naik dan turun dengan volatilitas luar biasa dibanding nilai tukar mata uang lain, seperti Baht Thailand, Peso Filiphina, Dolar Singapura atau Ringgit Malaysia.

"Rupiah sangat nggak likuid, artinya volatilitasnya tinggi sekali. Kalau orang borong dolar AS, rupiah kita langsung gonjang ganjing, tertekan hebat. Jadi nggak bisa seperti mata uang negara tetangga," ujar Farial.

Mata uang negara-negara tersebut, tambah dia, bergerak terbatas. Farial menjelaskan, dalam bilangan persentase memang rupiah melemah tipis ketimbang kurs mata uang lain. Namun sebaliknya gejolak kurs rupiah jauh lebih besar dilihat dari sisi nilai.

"Pelemahan kurs rupiah kalau dari nilai, terdepresiasi sampai ratusan bahkan ribuan rupiah. Dari di bawah Rp 10.000 pada 2013 menjadi Rp 12.900 atau hampir Rp 13.000 pada tahun lalu. Akhir-akhir ini Rp 12.500-Rp 12.600 per dolar AS," tegasnya.

Dengan kondisi seperti ini, dia memperkirakan rata-rata nilai tukar rupiah pada akhir 2015 sekira Rp 12.500 sampai Rp 13.000 per dolar AS.

Dalam range yang lebih lebar, asumsi Farial berada di level Rp 12.000 hingga Rp 13.000 per dolar AS.

"Gerak rupiah bisa lari ke mana saja karena sedang tidak ada kepastian ekonomi Amerika Serikat (AS), khususnya kenaikan suku bunga acuan The Fed. Kapan rencana ini dilakukan, sehingga menjadi bahan spekulasi pemain pasar," tukas Farial.

Sementara itu, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual pernah menuturkan, Bank Indonesia dan pemerintah memang harus mengantisipasi langkah bank sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserve terkait kebijakan suku bunganya. Selain itu sambil memperhatikan kondisi ekonomi dalam negeri.

Oleh karena itu, menurut David perlu juga peran pemerintah selain Bank Indonesia untuk menjaga nilai tukar rupiah. "Salah satu mengimbangi gejolak portofolio dengan mendorong foreign direct investment," ujar David.

David menyambut positif langkah pemerintah dengan adanya pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Hal itu dapat mendorong investasi. Selain itu diharapkan belanja pemerintah dapat digenjot. Dengan langkah tersebut diharapkan dapat menjaga nilai tukar rupiah di kisaran 12.000-12.700. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini