Sukses

BPS: Januari 2015 Ini, RI Deflasi 0,24%

Deflasi terjadi diakibatkan kelompok transportasi, komunikasi, jasa keuangan seiring penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) dan lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada Januari 2015 ini terjadi deflasi sebesar 0,24 persen, di mana secara year on year mencapai 6,96 persen. Beda dari Desember Desember 2014 yang mengalami inflasi sebesar 2,46 persen.

Kepala BPS Suryamin mengatakan, deflasi terjadi diakibatkan kelompok transportasi, komunikasi, jasa keuangan seiring penurunan harga bahan bakar minyak (BBM), penurunan tarif angkutan dalam kota, penurunan tarif angkutan udara. "Jadi harga BBM turun beberapa kota turunkan tarif," jelas dia di Jakarta, Senin (2/2/2015).

Untuk Kelompok bahan makanan meski terjadi inflasi 0,6 persen, tapi ada yang mengalami deflasi seperti buncis kacang panang, cabe rawit, cabai merah. "Tapi sementara beberapa masih inflasi," tambah dia.

Dia mengatakan, jika melihat sepanjang sejarah dari 1973, Indonesia hanya mengalami deflasi sekali pada januari 1973 sebesar 1,65 persen. Kemudian pada 2009 deflasi sebesar 0,07 persen dan tahun ini sebesar 0,24 persen.

Suryamin menyebutkan, pada Januari ini, 51 kota mengalami deflasi namun terjadi inflasi di 31 kota. Deflasi tertinggi terjadi di Padang sebesar 1,98 dan  terendah di Bandung dan Madiun sebesar 0,05 persen. Adapun inflasi tertinggi adalah di Ambon sebesar 2,37 persen.

Laporan BPS ini beda dengan prediksi pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Enny Sri Hartati memproyeksikan, inflasi Januari 2015 lebih rendah dari realisasi inflasi di Desember tahun lalu sebesar 2,46 persen.

"Tekanan inflasinya di Januari ini memang lebih rendah dibanding bulan terakhir 2014, sehingga kami prediksi inflasi bergerak pada rentang 0,2 persen sampai 0,3 persen untuk Januari 2015," ungkap dia saat berbincang dengan Liputan6.com.

Lebih jauh dijelaskan Enny, laju inflasi masih disumbang dari efek putaran kedua kenaikan harga jual BBM pada pertengahan November lalu meski kontribusinya kecil lantaran pemerintah telah mengambil kebijakan penurunan harga BBM pada awal tahun ini.

Lanjutnya, penurunan harga jual BBM tidak lantas membuat harga bahan baku dan barang produksi mengalami penyusutan. Sebab nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah.

"Second round effect kenaikan harga BBM masih berjalan, walaupun BBM turun. Tapi kalau nggak ada penurunan harga BBM, inflasi bisa 1 persen. Kondisi ini complicated dengan pelemahan kurs rupiah. Harga barang masih tinggi saja, karena bahan baku impor mahal," terang dia.

Alasan lain, sambung Enny, karena hampir seluruh daerah di Indonesia diguyur hujan.  Dari data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), katanya, sebagian besar wilayah Tanah Air dilanda cuaca buruk sehingga mengganggu distribusi barang dan pangan.

"Musim hujan ganggu distribusi barang, jadi harga-harga pangan dan barang enggan turun. Belum lagi ditambah faktor lain di mana tenaga kerja meminta kenaikan gaji dan akhirnya ikut menyumbang inflasi," papar Enny.(Dny/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • BPS atau Badan Pusat Statistik adalah Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

    BPS

  • Deflasi