Sukses

Banyak Mal Jual Produk Palsu, Pemerintah Hanya Sosialisasi Sanksi

Ancaman bagi para produsen produk palsu dan pembajak dikenakan sanksi pelanggaran 7 tahun pidana dengan denda kurang lebih Rp 1 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Peredaran produk ‎palsu di Tanah Air semakin bebas. Berbagai produk bermerek tanpa izin berjejalan di pusat-pusat perbelanjaan. Ironisnya, pemerintah dan pemilik pusat perbelanjaan seolah melegalkan kejahatan yang masuk kategori pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual  (HKI).

Menanggapi hal itu, Direktur Penyidikan Direktorat Jenderal Hak‎ Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Tosin Junansyah mengaku, beberapa mal atau pusat perbelanjaan di Indonesia terang-terangan mengedarkan barang-barang palsu, mulai dari produk dari kulit (tas, sepatu), pakaian, kosmetik, produk farmasi sampai software atau perangkat lunak dan kaset VCD/DVD.

"Barang palsu yang diperdagangkan di mal sangat besar, contohnya di mal Ambassador dan Mangga Dua. Walaupun tidak semuanya palsu," ucap dia usai Konferensi Pers Hasil Studi Dampak Pemalsuan Terhadap Perekonomian Indonesia di Jakarta, Rabu (25/2/2015).

Menurut Tosin, produk-produk palsu bermerek yang beredar tersebut dijual dengan harga sangat terjangkau. Padahal jika konsumen membeli yang asli, harga produk bermerek itu bisa mencapai jutaan rupiah.

"Contohnya saja sepatu Timberland, harga aslinya sampai Rp 2 juta per pasang, tapi cuma dijual Rp 300 ribu. Ini patut dipertanyakan. Tas Gucci, dan sebagainya," sebut dia tanpa bersedia membeberkan harga produk yang kerap dipalsukan.

Pemalsuan ini, lanjutnya, tentu sangat merugikan konsumen, pemegang merek, maupun negara karena ada potensi kehilangan pajak dari aktivitas tersebut. Untuk mencegah dan mengurangi pemalsuan produk ke Indonesia, Tosin mengaku, telah melakukan berbagai macam sosialisasi, edukasi dan penindakan terhadap para pelaku pemalsuan.

Dalam hal ini menggandeng Kepolisian dan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP). Pihaknya bilang, telah menindak atau memusnahkan VCD/DVD bajakan sampai 500 ribu keping‎ belum lama ini.

"Kami juga sudah mengajukan revisi Undang-undang (UU) Hak Kekayaan dan UU Merek atau UU Hak Paten‎ kepada DPR untuk memberikan kepastian hukum. ‎Lalu mengimbau agar pengelola atau pemilik mal untuk bersikap tegas terhadap tenant yang menjual produk palsu, karena kalau jual barang ori kan jumlah pengunjung juga bisa banyak," terang dia.

Penyidik Mabes Polri, Rusharyanto menambahkan, ancaman bagi para produsen produk palsu atau pembajak dikenakan sanksi pelanggaran hak orang lain 7 tahun pidana dengan denda kurang lebih Rp 1 miliar. Bagi pembajak dikenai sanksi kurungan 10 tahun dan denda di atas Rp 4 miliar.

"Bisa kena UU Perlindungan Konsumen dengan kurungan 4 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar. Tapi bisa  juga dijatuhi hukuman karena terkait dengan tindakan pemalsuan yang dilapis dengan tindakan pidana korupsi dan money laundry," pungkas dia. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.