Sukses

Pengamat: Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Tidak Efektif

Paket kebijakan ekonomi pemerintah terlalu terburu-buru atau tidak menyeluruh.

Liputan6.com, Jakarta -
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menyiapkan paket kebijakan ekonomi untuk membantu mengurangi defisit transaksi berjalan dan kembali memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). 
 
Namun Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih menilai paket kebijakan ekonomi pemerintah terlalu terburu-buru atau tidak menyeluruh. 
 
"Kebijakan itu ad hoc, terburu-buru, dadakan dan tidak menyeluruh. Tapi untung jangka panjang bagus," ungkap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis (12/3/2015). 
 
Lana berpendapat, paket kebijakan ekonomi tersebut tidak akan langsung terasa untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan dalam jangka waktu dekat. Sebagai contoh, revisi peraturan tax allowance atau pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan. 
 
"Nggak bisa langsung terasa kebijakannya. Misalnya tax allowance, itu prosesnya ribet dan pencairannya lama kalaupun perusahaan mengambil tax allowance," ujarnya. 
 
Presiden Jokowi semalam mengumumkan delapan paket kebijakan ekonomi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Namun sebelum mantan Gubernur DKI Jakarta itu merilis, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro telah membocorkan paket kebijakan ekonomi tersebut pada Selasa (10/3/2015). 
 
Adapun beberapa upaya yang akan dilakukan pemerintah untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan antara lain :
 
1. Mengeluarkan Peratutan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur fleksibilitas Bea Masuk Anti Dumping Sementara dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara sebagai respon jika terdapat lonjakan impor barang tertentu serta penyederhanaan prosedur dan mekanisme pengembalian.
 
2. Revisi PP Nomor 52 Tahun 2011 yang dikenal dengan tax allowance untuk mendorong peningkatan investasi langsung baik dari penanaman modal asing (PMA) maupun dalam negeri (PMDN).
 
3. Mendorong kebijakan peningkatan penggunaan biofuel yang saat ini ditetapkan sebesar 10 persen menjadi lebih tinggi lagi, dengan memperhatikan ketersediaan supply serta kebijakan harga yang kompetitif.
 
4. Keluarnya skema perpajakan khususnya untuk PPN industri pelayaran dalam negeri agar bisa lebih kompetitif.
 
5. Mendorong terbentuknya BUMN reasuransi untuk mengurangi defisit di neraca jasa khususnya asuransi.
 
6. Meningkatkan law enforcement untuk mendorong implementasi Undang-undang Mata Uang yang mewajibkan penggunaan Rupiah untuk bertansaksi di dalam negeri.
 
7. Mendukung kewajiban penggunaan Letter of Credit untuk transaksi empat komoditas utama.
 
8. Memperbaiki sistem remitansi untuk memudahkan arus masuk pendapatan orang Indonesia yang bekerja di luar negeri ke dalan sistem perbankan dalam negeri.
 
Bambang Brodjonegoro mengaku, tidak ada cara instan untuk memperkuat kurs rupiah terhadap dolar AS. Namun pihaknya telah menyiapkan kebijakan langsung dan tidak langsung yang akan memperkecil defisit transaksi berjalan. 
 
"Defisit transaksi berjalan membesar karena di neraca perdagangan serta neraca jasa dan keuangan. Jadi harus ada kebijakan pengurangan defisit transaksi berjalan tanpa mengganggu program infrastruktur," jelas dia. (Fik/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini