Sukses

Perdagangan Bebas Bikin Rugi, Bisakah RI Batalkan FTA?

Untuk memperbaiki defisit transaksi karena perdagangan bebas, pemerintah akan mengkaji ulang dan meningkatkan daya saing industri.

Liputan6.com, Jakarta - Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement/FTA) ‎yang diikuti Indonesia sejak dua tahun lalu hanya merugikan Indonesia. Sebab bukannya menyumbang surplus pada neraca transaksi berjalan, FTA justru memperlebar defisit. Apakah pemerintah akan mengkaji ulang atau malah membatalkan FTA termasuk keikutsertaan Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015?

Menteri Perencanaan Pembangunan (PPN)/Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago‎ mengungkapkan, pemerintah sulit membatalkan atau mengkaji ulang FTA maupun MEA karena harus menempuh proses perundingan dengan banyak negara.

"Lama ‎prosesnya kalau itu, banyak perundingan dengan banyak negara," ujarnya kepada wartawan usai Rakorbangpus 2015 di kantornya, Jakarta, Kamis (26/3/2015).

Dia mengaku, untuk memperbaiki defisit karena perdagangan bebas, pemerintah akan mengkaji ulang dan meningkatkan daya saing industri Indonesia. Mendorong kualitas sumber daya manusia menjadi tenaga‎ terdidik, terampil dan profesional.

Menurut Andrinof, Bappenas memiliki peta jalan atau roadmap dalam meningkatkan daya saing industri bersama Kementerian Perindustrian. Pemerintah berupaya memompa ekspor non migas dan mengurangi ekspor komoditas mentah.

"Makanya kalau mau industri berdaya saing, Kami harus benahi semuanya termasuk persoalan listrik. Kalau tidak ditambah listrik, tidak akan jalan rencana kami. Bagaimana mau bangun cold storage, kalau listriknya padam terus?" papar Andrinof.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dengan negara ASEAN hanya memicu pelebaran defisit transaksi berjalan. Oleh karena itu, BI meminta kepada pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan FTA agar tidak membawa kerugian tambahan bagi bangsa Indonesia.

Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, sejak implementasi FTA berlaku efektif dua tahun lalu, defisit transaksi berjalan semakin meningkat. Sementara negara ASEAN lain justru mengalami surplus dari perdagangan antara Indonesia dan negara tersebut.

"Tantangan bagi kita adalah mengawasi Indonesia sebagai bagian dari ASEAN Community 2015 dan FTA. Sebab baru efektif dua tahun, selalu saja defisit, apalagi ekonomi China tumbuh melambat," terang dia.



Seharusnya, dengan FTA, Indonesia bisa mengambil untung dengan meningkatkan penjualan produk-produk dalam negeri ke negara ASEAN lainnya. Dengan langkah tersebut perekonomian nasional bisa meningkat. Selain itu, dengan semakin tingginya ekspor produk-produk nasional, defisit transaksi berjalan bisa berkurang.

Namun sayangnya, kenyataan yang terjadi saat ini FTA justru membuat Indonesia sebagai pasar produk-produk dari negara ASEAN lainnya. Banyaknya produk impor tersebut justru menekan pertumbuhan industri dalam negeri. Selain itu, dengan semakin banyak impor maka defisit transaksi berjalan semakin tinggi. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini