Sukses

Pembelaan Menko Sofyan Djalil Soal Perlambatan Ekonomi

Pelarangan untuk mengekpor barang mentah menjadi salah satu faktor menekan laju pertumbuhan ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta - Kinerja tim ekonomi kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai membuat masyarakat ragu. Lantaran, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2015 tidak menggembirakan karena hanya berada di angka 4,71 persen. Dengan kondisi demikian, tak pelak memancing isu serta saran adanya reshuffle tim ekonomi Jokowi.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil mengatakan, perlambatan ekonomi merupakan sesuatu yang tak bisa dihindari karena sebagian besar dari faktor internal. "Saya bisa jelaskan tidak ada satupun orang yang bikin miracle, karena faktor eksternal," kata dia di Jakarta, seperti ditulis Kamis (7/5/2015).

Sofyan menuturkan, faktor eksternal tersebut adalah menurunnya perekonomian pasar potensial yang terutama dari China. Pertumbuhan ekonomi China saat ini berada di kisaran 7 persen. Kemudian, pelemahan ekonomi juga ditekan oleh melemahnya harga komoditas. "Harga murah, tim ekonomi tak bisa menaikan harga internasional," ujarnya.

Sementara, faktor dalam negeri pelarangan untuk mengekpor barang mentah juga menekan laju pertumbuhan ekonomi. Namun, dia menuturkan kebijakan tersebut diperlukan untuk memberi tambah tambang dalam negeri sehingga 2 tahun hingga 3 tahun dapat menuai manfaatnya.

Lambatnya pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh sejumlah perubahan yang dilakukan pemerintah. "Kemarin birokrasi, nomenklatur, APBNP sehingga uang tidak tersikulasi kemsyarakat cepat sehingga kuartal I Indonesia 4,71 persen. Tapi di antara G20 Indonesia bagus, yang lebih bagus cuma Filipina sama Vietnam," katanya.

Pihaknya pun menyerahkan semua keputusan reshuffle kepada Presiden Jokowi. Pasalnya, presiden memiliki hak istimewa terhadap pada menterinya. "Hak prerogatif presiden, siapapun tentu harus siap. Karena menteri hak tapi kewajiban kehormatan. Kalau presiden tidak percaya menteri tidak peform. Itu hak prerogratif presiden. Presiden yang punya janji pada masyarakat, punya mandat masyarakat," paparnya.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finances (INDEF), Enny Sri Hartati mengungkapkan, reshuffle merupakan kewenangan Jokowi dengan melihat pencapaian kinerja perekonomian Indonesia pada tiga bulan pertama ini.

"Reshuffle adalah kewenangan Jokowi. Tapi harus diidentifikasi realisasi pertumbuhan ekonomi kita, karena pencapaiannya justru anjlok bukan melambat lagi," terang dia.

Enny menjelaskan, faktor penyebab perlambatan ekonomi Indonesia bukan saja berasal dari eksternal seperti pelemahan ekonomi dunia, namun juga karena penyerapan belanja pemerintah yang kurang maksimal.

"Kalau pemerintah tidak merecoki atau mengganggu daya beli masyarakat, maka baseline pertumbuhan ekonomi kita masih bisa lima persen. Artinya jika ekonomi hanya 4,71 persen, ada kebijakan ekonomi pemerintah yang mendistorsi," tuturnya.

Enny menyalahkan tim ekonomi Jokowi-JK yang tak mampu bekerja secara maksimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia."Kalau tim ekonominya cakap dalam bekerja, ekonomi kita bisa tumbuh lima persen. Jadi kalau tidak cakap, ya mau tidak mau harus di reshuffle," pungkas dia. (Amd/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.