Sukses

RI Perlu Bangun Industri Manufaktur Guna Majukan Ekonomi

Pemerintah harus mendorong ekspor dengan memberikan insentif untuk mendukung ekonomi Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga tembus di kisaran 13.300 per dolar AS membuat cemas pengusaha.

Karena itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pemerintah sebaiknya bersama-sama memperbaiki ekonomi. Saat ini pun bukan momen saling menyalahkan antara satu sama lainnya.

"Kalau Pak Jokowi baru 8 bulan memang agak sulit menyalahkan ini. Tak bijak juga. Lebih tepatnya adalah kita bersatu untuk bersama-sama mencari terobosan baru. Bagaimana mengamankan pasar dalam negeri dulu. Kita perkuat seluruh instrumen non tarrief barrier, dan untuk isu anti dumping safe guard," kata dia di Jakarta Jumat (12/6/2015).

Dia menuturkan, pemerintah juga harus lebih mendorong ekspor. Salah satu cara dengan memberikan insentif. "Ekspor perlu dipikirkan juga suatu insentif tertentu, untuk mendorong ekspor itu sendiri. Bagaimana lembaga pembiayaan ekspor kita mendorong supaya lebih aktif lagi," ujar Hariyadi.

Pihaknya bilang pemerintah mesti membangun basis industri tanah air dan secara konsisten mengurangi impor. "Pemerintah sebelumnya tak konsisten memperkuat basis fundamental ekonomi kita. Bagaimana kita membuat basis industri pengolahan yang lebih baik juga untuk perkuat daya saing kita adalah bagaimana membangun industri dengan mengurangi sebesar-besarnya impor," tutur dia.

Sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia kembali mencetak angka surplus US$ 454,4 juta pada April 2015. Surplus tersebut berasal dari realisasi nilai ekspor yang lebih tinggi sebesar US$ 13,08 miliar dibandingkan kinerja impor di bulan keempat kemarin yang senilai US$ 12,63 miliar.

Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Sasmito Hadi Wibowo ‎mengungkapkan, ekspor April 2015 sebesar US$ 13,08 miliar atau turun 4,04 persen dibanding Maret 2015 karena faktor perbedaan hari perdagangan. Sementara impor mengalami kenaikan 0,16 persen dari kinerja Maret lalu menjadi US$ 12,63 miliar.

"Jadi ada surplus US$ 454,4 juta pada neraca perdagangan April ini. Masih ada defisit migas di bulan keempat ini US$ 877,9 juta karena defisit minyak mentah US$ 339 juta, hasil minyak US$ 1,12 miliar, sedangkan gas surplus US$ 583,4 juta," ungkap dia. (Amd/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini