Sukses

Pemerintah Tambah Utang Rp 300 Triliun pada 2016

Penambahan utang itu digunakan untuk menutup defisit anggaran yang diproyeksikan 1,7 persen-2,1 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) berencana menambah utang hingga Rp 300 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Utang tersebut digunakan untuk menutup defisit anggaran yang diproyeksikan pada level 1,7 persen-2,1 persen.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Robert Pakpahan mengungkapkan, pemerintah belum mempunyai angka spesifik mengenai kebutuhan utang di tahun depan. Namun sudah ada hitungan kasarnya.

"Dengan target defisit anggaran 1,7 persen-2,1 persen pada tahun depan, kita butuh utang dan non utang. Jika Produk Domestik Bruto (PDB) tahun depan Rp 12.000 triliun, maka harus tambah utang Rp 250 triliun-Rp 300 triliun di 2016," ujar dia saat Rapat Panja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan di Gedung Banggar DPR, Jakarta, Rabu (24/6/2015).

Sementara dengan nilai PDB Rp 11.000 triliun pada 2015, total utang pemerintah pusat Indonesia mencapai Rp 2.845,25 triliun dari akhir 2010 hingga akhir Mei 2015.

"Tambahan utang Rp 250 triliun-Rp 300 triliun tahun depan itu belum fix karena pemerintah sedang menggenjot pembangunan infrastruktur dan lainnya," terang Robert.

Adapun kebijakan pembiayaan utang 2016, Robert menjelaskan, antara lain:

1. Mengendalikan rasio utang terhadap PDB.
2. Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan dan melakukan pendalaman pasar obligasi domestik.
3. Mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif antara lain melalui penerbitan sukuk yang berbasis proyek.
4. Memanfaatkan pinjaman luar negeri secara selektif, terutama untuk bidang infrastruktur dan energi.
5. Meningkatkan pemanfaatan fasilitas pinjaman sebagai alternatif instrumen pembiayaan.
6. Melakukan pengelolaan utang secara aktif dalam kerangka aset liabilities management (ALM)

Kebijakan ini mempertimbangkan :

1. Kemampuan membayar kembali
2. Kemampuan menyerap pinjaman sesuai rencana atau target
3. Pemanfaatan yang diarahkan untuk kegiatan produktif dan memberi kontribusi yang optimal bagi perekonomian domestik, misalnya untuk percepatan pembangunan infrastruktur
4. Upaya mengendalikan rasio utang terhadap PDB pada level yang aman
5. Upaya minimasi biaya utang/cost of borrowing pada tingkat rasio yang terkendali dan
6. Upaya menjaga keseimbangan makro

(Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.