Sukses

Ini yang Harus Diatur dalam UU Migas Baru

Ada beberapa hal yang harus diatur ulang dalam undang-undang (UU) minyak dan gas bumi yang saat ini masih dalam rancangan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika menilai ada beberapa hal yang harus diatur ulang dalam undang-undang (UU) minyak dan gas bumi yang saat ini masih dalam rancangan.

Adapun masalah pertama yang dibahas dalam UU, terkait sinkronisasi undang undang. Ini mengingat saat ini masih ada benturan antar UU, sehingga terjadi tumpang tindih kebijakan.

"Ada batu bara, ada lapisan gas dalam batu bara ini siapa dulu yang melakukan kegiatan. Kalau di Amerika Serikat batasnya ke dalam di sini nggak jelas harus diatur kalau tidak menimbulkan ketidakpastian, perizinan," kata dia dalam Konferensi Nasional Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif, di kawasan Tugu Tani Jakarta, Selasa (17/11/2015).

Dia melanjutkan, pemberdayaan perusahan milik negara juga harus diatur dalam UU tersebut. Di mana dalam pengolahan blok migas, perusahaan milik negara harus diberikan kewenangan penuh.

"Sekarang kan bingung Mahakam dikasih tapi 70 persen, kasih previlage. Mau kasih Shell Total itu terserah Pertamina," tegas dia.

Selain itu, UU Migas juga harus mengukuhkan secara permanen kedudukan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) karena saat ini sifatnya hanya sementara menggantikan Badan Pengatur Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan menegaskan tugas Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas (BPH Migas).

"SKK Migas, begitu dibubarkan BP migas. SKK Migas sementara nggak sampai tahunan di bawah kementerian tapi sementara berapa tahun investor harus bingung. Sementara kalau dipermanenkan harus ada ketentuan hukumnya,"‎ papar Kardaya.

Dalam UU Migas, menurut dia, ke depan juga harus mengatur bentuk kontrak ‎kepada investor, pembagian hasil daerah yang jelas dan transparansi pembentukan harga bahan bakar minyak (BBM.)

"Kita ini harga BBM harus transparan, di negara lain rakyatnya bisa memperkirakan besok harga naik atau turun," pungkas dia.  (Pew/Nrm) 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.