Sukses

Sepak Terjang Jokowi Benahi Ekonomi RI

Pemerintah telah memangkas sepertiga perizinan ekspor dan impor barang di pelabuhan dari sebelumnnya 124 izin.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) genap berusia setahun. Selama periode tersebut, perekonomian Indonesia terombang ambing dalam ketidakpastian global. Parahnya lagi, Negeri ini mengalami permasalahan internal sehingga perlu dilakukan reformasi struktural.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli mengungkapkan, perjalanan pemerintahan Jokowi-JK di tahun pertama diterpa badai perekonomian yang datang dari luar maupun dalam negeri. Termasuk warisan masalah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Pemerintahan Jokowi satu tahun pertama tidak beruntung, karena diwarisi 4 defisit oleh pemerintahan sebelumnya (SBY)," tegasnya di Jakarta, Rabu (18/11/2015).

Rizal menyebut, pertama, defisit neraca perdagangan yang terus mengalami penurunan meskipun sudah sedikit terangkat dalam beberapa bulan terakhir. Kedua, defisit transaksi berjalan cukup besar sehingga memberi tekanan pada rupiah. Defisit ketiga, terjadi pada neraca pembayaran Indonesia dan keempat, defisit fiskal pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Defisit ini memberi tekanan pada makro ekonomi, dan membuat ekonomi Indonesia terkoreksi. Karena pada saat booming komoditas, kita tidak melakukan perubahan struktural sehingga masalah itu muncul di akhir 2014 dan 2015," paparnya. 


Permasalahan lain, Rizal mengaku, masa pemerintahan 9 bulan pertama pemerintahan Kabinet Kerja, Jokowi hanya menunjuk 2-3 menteri. "Sedangkan sisanya (menteri) merupakan usulan dari tokoh-tokoh politik di Indonesia yang visinya masih simpang siur dengan kompetensi KW 2 atau KW 3," terangnya.

Selanjutnya pada Agustus 2015, lanjut Rizal, Presiden Jokowi bergerak cepat melakukan reshuffle jilid I, di mana mantan Gubernur DKI Jakarta itu memilih langsung orang-orang yang dipercaya menjadi pembantu Presiden, baik di bidang politik, keamanan, ekonomi.

"Hasilnya bisa dilihat, selama 3 bulan terakhir, ekspektasi mulai positif, ekonomi yang tadinya anjlok sudah mulai naik 0,1 persen sampai 0,2 persen, rupiah relatif stabil. Karena sebelumnya harapan atau ekspektasi masyarakat dan investor sudah hilang, penjualan ritel drop 30 persen, rupiah melemah dan pertumbuhan ekonomi turun," papar Rizal.

Lebih jauh Rizal mengaku, pemerintah melakukan perubahan dengan mempercepat proses tender, penandatanganan kontrak sampai pelaksanaan proyek sehingga memacu penyerapan anggaran lebih maksimal. Upaya tersebut, sambungnya, diiringi implementasi paket deregulasi, seperti izin investasi di kawasan industri.

Ia mencontohkan, pengusaha yang ingin menanamkan modal dengan membangun pabrik berlokasi di kawasan industri, tidak perlu lagi izin AMDAL, dan izin lainnya karena sudah berada di kawasan industri.

Di samping itu, Rizal mengaku, pemerintah telah memangkas sepertiga perizinan ekspor dan impor barang di pelabuhan dari sebelumnnya 124 izin. Secara tidak langsung, tambahnya, langkah tersebut akan mengurangi hambatan investasi dan bisnis.

"Sebagian izin dikeluarkan menteri lama, dan tidak pernah dicabut. Oleh menteri baru dibikin aturan baru, sehingga bikin ruwet. Kita perbaiki, dan dalam waktu kurang dari 3 hari, pengusaha sudah bisa mulai berbisnis. Ini sebuah kemajuan," tegasnya. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini