Sukses

Jelang Akhir Pekan, Rupiah Menguat ke 13.962 per Dolar AS

Dolar AS saat ini sedang menguat cukup tajam karena penurunan harga komoditas terutama penurunan harga minyak mentah.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat tipis pada perdagangan Jumat pekan ini. Rupiah berpotensi kembali melemah karena penguatan dolar AS.

Mengutip Bloomberg, Jumat (11/12/2015), rupiah berada di level 13.962 per dolar AS pada pukul 11.50 WIB. Level tersebut menguat jika dibandingkan dengan pembukaan yang ada di level 13.939 per dolar AS maupun jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di level 13.953 per dolar AS.

Sepanjang pagi hingga siang hari ini, rupiah berada di kisaran 13.921 per dolar AS hingga 13.975 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah melemah 12,71 persen.


Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah berada di level 13.937 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan perdagangan sebelumnya yang ada di level 13.954 per dolar AS.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta menjelaskan, penguatan rupiah dipicu karena memang data-data ekonomi nasional sejauh ini menunjukkan angka yang positif. Angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2015 kemarin naik meskipun masih di bawah perkiraan. Inflasi sampai dengan Novemver 2015 kemarin juga terkendali.

Hanya saja, pelaku pasar masih menunggu Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI rate untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kencang. "Namun perbaikan data ekonomi domestik diperkirakan hanya akan mampu meredam tekanan depresiasi tetapi tidak akan cukup mengubah arah tren," jelasnya.

Memang, dolar AS saat ini sedang menguat cukup tajam karena penurunan harga komoditas terutama penurunan harga minyak mentah. Selain itu, rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS juga ikut mendorong penguatan dolar AS.

Pada perdagangan semalam, minyak acuan Brent turun 57 sen menjadi US$ 39,54 hampir menyentuh level terendah dalam tujuh tahun di US$ 39,50. WTI turun 45 sen ke US$ 36,71 per barel, setelah mencapai Februari 2009 rendah US$ 36,52.

"Pelaku pasar saat ini sedang menunggu keputusan dari bank sentral AS yang akan mengadakan rapat pekan depan," jelas analis Royal Bank of Scotland Group Plc, Mansoor Mohi-uddin. (Gdn/Nwd)

 
 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.