Sukses

Tahun Depan, Rupiah Diramal Betah 14.000 per Dolar AS

Proyeksi tersebut dengan mempertimbangkan kondisi ketidakpastian global yang terus menghantui Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memperkirakan nilai tukar rupiah masih akan bertengger di kisaran 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS) hingga semester I 2016. Proyeksi tersebut dengan mempertimbangkan kondisi ketidakpastian global yang terus menghantui Indonesia.  

"Dampak dari penyesuaian suku bunga AS akan cukup mendominasi di akhir tahun ini. Orang ramai-ramai beli dolar AS sebagai AS, tapi itu temporary, tidak akan berkepanjangan," ucap Josua saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (16/12/2015).

Katanya, paska The Federal Reserve mengeksekusi kenaikan tingkat bunga, dampak kebijakan tersebut akan mulai mereda. Artinya tidak akan separah saat penantian penyesuaian Fed Fund Rate yang menghantam seluruh mata uang dunia, termasuk rupiah.

"Paska pengumuman, pelaku pasar akan biasa saja. Jadi saya kira ada potensi kurs rupiah di bawah sedikit 14.000 per dolar AS, terpatnya di rentang Rp 13.950-Rp 14.000 per dolar AS karena pemerintah juga menambah cadangan devisa dari penerbitan global bond," jelas Josua.

Pada periode tahun depan, sambung Josua, Indonesia akan dibayang-bayangi rencana China mendevaluasi kembali mata uang Yuan yang saat ini sudah resmi menjadi mata uang dunia. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan harga minyak dunia yang diramalkan masih bakal rendah di 2016.

"Jadi kita kena double hit, banyak ketidakpastian sehingga dampaknya ke pelemahan kurs rupiah. Saya perkirakan range rupiah akan melebar hingga di atas Rp 14.000 per dolar AS sampai semester I 2016," terangnya.

Namun ia optimistis, kurs rupiah akan terangkat lagi di semester II 2016 karena dampak paket kebijakan jilid I-VII dari pemerintah sudah mulai terasa. Bahkan pemerintah Joko Widodo (Jokowi) akan terus mengeluarkan paket kebijakan sehingga diharapkan dapat meredam volatilitas rupiah.

"Daya beli masyarakat bisa pulih, investasi meningkat karena lanjutan paket kebijakan. Ini harus direspons positif snebagai kerja keras pemerintah mendatangkan investasi dan akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi," jelas Josua. (Fik/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini