Sukses

RI Tak Takut Penurunan Ekonomi China

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution tidak memungkiri bahwa pelemahan ekonomi China berpengaruh terhadap ekonomi RI.

Liputan6.com, Jakarta - Perekonomian China terus mengalami tekanan, ditandai dengan rontoknya bursa saham China maupun pelemahan mata uang Yuan 0,6 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Gejolak tersebut diyakini pemerintah tidak akan berdampak besar terhadap ekonomi Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution tidak memungkiri bahwa pelemahan ekonomi China berpengaruh terhadap ekonomi negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia yang selama ini menjadi mitra dagang utama.

"Kalau Yuan melemah, barang-barang China jadi lebih murah. Tapi pasti ada perkembangan di negara lain untuk mencari kesimbangan baru," ujar Darmin saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (7/1/2016).

Depresiasi mata uang Yuan, sambungnya, sudah diikuti pelemahan kurs rupiah sehingga kondisi demikian dapat menguntungkan Indonesia karena harga barang atau produk dalam negeri mampu bersaing dengan barang asal China dan negara lain.

"Mata uang Yuan melemah, rupiah juga ikut melemah terhadap dolar AS. Maka dampaknya jadi mengecil atau berkurang. Kecuali kalau Yuan melemah, rupiah tidak, produk kita akan lebih mahal. Jadi seharusnya tidak perlu berlebihan, seolah-olah akan terjadi sesuatu yang besar," jelas Darmin.

Dirinya pun tidak mengkhawatirkan soal potensi perang mata uang maupun lonjakan impor akibat pelemahan kurs Yuan. Pasalnya, ia bilang, mata uang Jepang sudah meluncur turun banyak selama dua tahun belakangan ini. Begitupula dengan Brazil yang sudah sejak tiga tahun lalu melakukan hal sama dengan China.

"Ah kalau bicara itu (currency war), Brazil sudah sejak tiga tahun lalu, bukan sekarang saja. Seluruh mata uang di negara lain mulai melemah selama sepekan terakhir. Artinya sudah mulai diperkirakan orang, jadi bukan rupiah saja yang melemah terhadap dolar AS," jelas Darmin.

Sebelumnya, Perdagangan saham di bursa saham China dihentikan pada Kamis pekan ini usai kembali mengalami tekanan. Perdagangan saham dihentikan selama 15 menit setelah indeks saham CSI 300 atau indeks saham acuan turun 7,2 persen sebelum perdagangan dihentikan otomatis. Indeks saham Shanghai jatuh 7,32 persen. Sedangkan indeks saham Shenzhen melemah 8,34 persen.

Perdagangan saham tersebut dihentikan jika indeks saham naik atau jatuh lima persen. Bursa saham dihentikan selama 15 menit. Jika bergerak tujuh persen maka perdagangan saham akan ditangguhkan. Ini keduakalinya bursa saham China dihentikan sepanjang 2016 ini lantaran tekanan belum mereda.

Sedangkan yuan melemah 0,6 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan itu terendah dalam lima tahun. Posisi dolar AS berada di 6,5 yuan. Mata uang China ini diperkirakan akan terus melanjutkan pelemahan.

Bank sentral China atau the People's Bank of China telah memotong suku bunga acuan pada Kamis pekan ini. Langkah bank sentral itu memicu kekhawatiran kalau pemerintah mendorong mata uang lebih rendah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Dengan yuan melemah akan mendukung ekspor China lesu. Namun juga meningkatkan risiko bagi peminjam mata uang asing dan meningkatkan spekulasi kalau ekonomi China itu melambat dari data resmi yang ditunjukkan pemerintah. (Fik/Gdn)


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini