Sukses

Jurus Pemerintah Kurangi Jurang Antara Si Kaya dan Si Miskin

Kebijakan keuangan inklusi akan dikaitkan dengan sertifikasi tanah rakyat secara besar-besaran.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menyatakan Indonesia sudah memasuki gini ratio (ketimpangan pendapatan antara orang kaya dan miskin) ke level terburuk dibanding negara lain. Perlu ada upaya dari pemerintah untuk mengatasi ketimpangan tersebut.

"Kita semua tahu ekonomi kita menghasilkan ketimpangan yang lebih buruk dari negara lain. China juga buruk sebenarnya," ujar Darmin dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (8/1/2016).

Menurutnya, kondisi tersebut sangat bertolak belakang dengan rasa percaya diri Indonesia pada 20-30 tahun lalu atas tingginya realisasi pertumbuhan ekonomi, namun ketimpangan pendapatan rendah.

"Gini ratio kita memang relatif timpang, padahal 20-30 tahun lalu, Indonesia membanggakan diri sebagai negara yang pertumbuhan ekonominya tinggi dan rasio gini rendah," kata Darmin.

Tidak tinggal diam, sambungnya, pemerintah telah menyiapkan terobosan besar untuk mempersempit jurang pendapatan antara orang kaya dan orang miskin yang sudah menembus level 0,42. Bahkan disebut-sebut Bank Dunia sebagai yang tertinggi dalam sejarah Indonesia.

Kementerian/Lembaga terkait yang berperan dalam hal ini, antara lain Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian.

"Kami akan membuat satu desain besar untuk mendorong financial inclusion atau keuangan inklusi," tegas Darmin.

Lebih jauh dijelaskannya, kebijakan keuangan inklusi akan dikaitkan dengan sertifikasi tanah rakyat secara besar-besaran. Dalam catatannya, ada 40 persen-60 persen tanah rakyat Indonesia belum disertifikasi.

Di sisi lain, lanjut Darmin, pemerintah mengalokasikan anggaran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar lebih dari Rp 100 triliun dengan tingkat bunga 9 persen. Belum lagi, pagu dana desa sebesar lebih dari Rp 40 triliun di 2016 dan dikombinasi dengan program Laku Pandai alias agen bank serta layanan e-commerce dan e-money yang semakin mempermudah transaksi belanja tanpa uang tunai.

"Maksudnya supaya jangan setiap bank harus bikin kantor sampai di desa-desa, tapi pakailah warung, toko yang menjual vocer dengan standar dan perjanjian tertentu. Ia bisa bertindak sebagai agen dari bank," terangnya.

Diakui Darmin, langkah tersebut dapat meningkatkan jumlah dana di perbankan sehingga pertumbuhan kredit bisa mencapai 30 persen karena diimbangi pertumbuhan dana masyarakat. Alasannya, ia bilang, hampir seluruh petani melakukan transaksi jual beli hasil pertaniannya dengan menggunakan uang tunai, sehingga dananya tidak pernah mengalir ke perbankan.

Pemerintah, terangnya, juga ingin mendorong sistem logistik nasional sebagai bagian dari inklusi keuangan bersifat korporasi, seperti yang dimiliki jaringan Unilever, Indomart dan Alfamart. Sayang, sistem logistik dari pedesaan ke kota belum hadir sehingga berdampak pada harga jual produk ke konsumen.

Sistem logistik nasional, tambah Darmin, sangat penting supaya 50-60 persen dari harga produk pertanian atau kerajinan tergerus di jaringan logistik. Sementara petaninya hanya mendapat bagian 40-50 persen.

"Ini adalah blok besar untuk mendorong transformasi struktural sekaligus memperbaiki tingkat kemiskinan dan ketimpangan," ucap Mantan Gubernur BI dan Dirjen Pajak itu. (Fik/Gdn)

Untuk lebih lengkapnya, baca: Ekonomi Indonesia Sebenarnya Seperti Apa?

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini