Sukses

Tekanan Masih Tinggi, Rupiah Bertahan di Rp 13.900 per Dolar AS

Jika dihitung sejak awal tahun, rupiah telah mengalami pelemahan hampir 1 persen atau tepatnya di angka 0,96 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih tertekan di awal pekan kedua Januari 2016 ini. Sentimen yang memberikan tekanan kepada rupiah adalah sentimen dari luar.

Mengutip Kurs Referensi jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) menunjukkan rupiah ada di level 13.935 per dolar AS pada perdagangan 11 Januari 2016 ini. Level tersebut melemah jika dibandingkan dengan perdagangan sebelumnya atau pada 8 Januari 2016 yang tercatat di angka 13.874 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan data Bloomberg, pada hari ini rupiah dibuka di level 13.955 per dolar AS, melemah jika dibanding dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.922 per dolar AS.

Namun menjelang siang atau pada pukul 11.20 WIB, rupiah mampu menguat ke level 13.907 per dolar AS. Sepanjang hari ini rupiah diperdagangan di kisaran 13.899 per dolar AS hingga 13.960 per dolar AS.

Jika dihitung sejak awal tahun, rupiah telah mengalami pelemahan hampir 1 persen atau tepatnya di angka 0,96 persen.

Kepala riset untuk wilayah Asia Tenggara Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, Singapura, Leong Sook Mei menjelaskan, jika dilihat data-data dalam negeri yang telah keluar, seharusnya nilai tukar rupiah mengalami penguatan.

Angka inflasi yang diumumkan pada pekan lalu sesuai dengan target dari Bank Indonesia. Selain itu, di awal tahun pemerintah juga telah menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), harga gas untuk ritel dan juga tarif listrik.

Dengan berbagai sentimen tersebut seharusnya nilai tukar rupiah terdongrkak ke level yang positif. Namun ternyata, tekanan dari luar lebih besar.

Konflik di Timur Tengah masih terus menghantui pelaku pasar sehingga mereka terus menumpuk dolar AS yang membuat permintaan terhadap mata uang tersebut meningkat.

Di luar itu, kondisi di China juga terus memburuk yang akan berdampak cukup besar terhadap perekonomian dunia. "Penurunan nilai tukar rupiah ini karena risiko dari ketegangan global," jelasnya seperti dikutip dari Bloomberg. 

Namun penurunan rupiah tersebut tidak sebesar yang terjadi dengan ringgit Malaysia. Nilai tukar ringgit mengalami pelemahan yang lebih besar jika dibanding denagn rupiah. Penurunan ringgit lebih besar karena juga terjadi penurunan komoditas ekspor utama Malaysia yaitu kelapa sawit. (Gdn/Ahm)


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.