Sukses

RI Terancam Kekurangan Stok Gula

Stok gula nasional hanya sebesar 817.246 ton pada awal tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Gula Indonesia (AGI) meminta pemerintah untuk segera mengambil langkah antisipasi terkait adanya prediksi penurunan produksi gula nasional pada tahun ini yang hanya sebesar 2,3 juta ton. Padahal pada 2015 realisasi produksi gula nasional ‎mencapai 2,49 juta ton.

Senior Advisor AGI Yudi Yusriadi mengatakan untuk periode Januari-Mei 2016, Indonesia terancam kekurangan stok gula lantaran stok gula nasional pada awal tahun ini hanya sebesar 817.246 ton.

Dengan asumsi konsumsi gula masyarakat sebesar ‎235 ribu ton per bulan, maka stok tersebut hanya cukup untuk tiga bulan ke depan. Akan tetapi, musim giling gula pertama pada tahun ini baru akan dimulai pada April-Mei.

"Stok awal 2016 sebesar 800 ribuan. Jadi Januari sampai Mei akan ada kebutuhan gula yang stoknya tidak ada. Perlu tambahan 200 ribu untuk mengisi kekosongan jelang musim giling. Kalau tidak, harga akan melonjak," ujar dia di Jakarta, Rabu (13/1/2016).

Selain pada tahun ini, kekurangan stok gula juga akan terjadi pada awal 2017. Dia merinci jika produksi gula nasional tahun ini sebesar 2,3 juta ton ditambah dengan stok awal tahun 817 ribu ton dan jika ada impor sebesar 200 ribu ton, maka jumlah gula yang tersedia di 2016 sebesar 3,317 juta ton.

"Konsumsi gula kita per tahun sebesar 2,8, juta ton (di 2016), jadi sisanya hanya 517 ribu ton. Itu stok awal di 2017. Kalau konsumsi ‎235 ribu ton per bulan, maka stok gula itu akan habis di pertengahan Maret 2017‎," kata dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif AGI Tito Pranoloh ‎mengatakan ada dua cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi kekurangan gula ini. Pertama, pemerintah bisa melakukan impor raw sugar saat datangnya musim giling pada April-Mei nanti.

Dengan demikian, gula kristal mentah (raw sugar) tersebut bisa digiling berbarengan dengan tebu hasil produksi petani lokal.

"Kalau impor memang tidak bisa dihindari. Apakah kita impor gula kristal putih (GKP) di akhir 2016 atau kita antisipasi dalam bentuk raw sugar dan itu diproses di pabrik gula lokal saat musim giling tebu," ujar Tito.

Dia menuturkan jika pemerintah melakukan impor raw sugar untuk kebutuhan konsumsi masyarakat, maka raw sugar tersebut bisa diolah di dalam negeri, sehingga nilai tambah dari gula tersebut ada di dalam negeri.

"Kalau tidak diimpor pas musim giling, biaya produksi akan naik. Kalau bareng, tidak perlu keluarkan energi tambahan. ‎Kalau tidak berbarengan, pabrik gula harus beli tambahan bahan bakar diesel, kayu. Jadi kalau (impor raw sugar) di luar musim giling itu tidak visible. Jadi lebih baik impor raw sugar," kata dia.

Tito melanjutkan jika pemerintah menunggu realisasi produksi gula nasional pada tahun ini, maka untuk menutupi kekurangan stok gula untuk konsumsi di awal 2017, pemerintah harus mengimpor GKP sebesar 400 ribu ton.

"Minimal 400 ribu ton GKP harus diimpor tahun ini pada akhir 2016 atau di awal 2017. Tapi kalau dalam 3 bulan (Januari-Maret 2017) didesak untuk masuk (impor) 200 ribu ton, ‎itu akan sulit. Dan ini membuktikan perencanaannya kurang karena terlalu mepet," ujar dia. (Dny/Ahm)**

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini