Sukses


Mengupas Rekam Jejak Properti di Karawang

Semakin majunya suatu kawasan tentu berdampak pada gaya hidup masyarakat di sekitarnya, begitu pun yang terjadi di Karawang.

Liputan6.com, Jakarta - Karawang, dari tahun ke tahun kabupaten yang terletak di Jawa Barat ini terus menampilkan parasnya di industri properti. Berawal dari 2008 saat krisis ekonomi menimpa Indonesia, banyak masyarakat kota yang beralih mencari hunian lebih murah di pinggir Jakarta, salah satunya Karawang.

Sejak tahun itulah Karawang mulai membenahi diri guna menyuplai kebutuhan masyarakat akan hunian yang layak, berikut sarana dan prasarana umumnya. Sektor properti pun terangkat oleh beberapa pengembang lokal yang rela merogoh kocek mereka untuk membangun sebuah kawasan perumahan. Saat itu, levelnya masih di kelas menengah bawah.

Regulasinya Jelas dan Ketat

Pembangunan properti yang marak di Karawang, seiring berkembangnya kawasan industri, dikhawatirkan akan menggerus lahan pertanian. Untuk mengantisipasi hal ini, Pemda Karawang terus mengawasi secara ketat proses penerbitan izin investasi dan tak segan-segan memberikan sanksi kepada pengembang yang melanggar.

"Jika ingin membangun pabrik di Karawang itu, tidak boleh di luar kawasan industri yang sudah ditetapkan. Perumahan juga sama, tidak boleh dikembangkan di atas lahan pertanian atau sawah karena ada plotnya masing-masing. Tak hanya itu, pembangunan properti di interchange Karawang Barat juga tidak boleh melebihi batas 200 meter ke belakang dari tepi jalan," ungkap Principal LJ Hooker Karawang, Vivi Oktova Saputra, BBA, kepada Rumah.com, Minggu (31/1/2016)

Dari MBR Jadi Kelas Menengah

Pada 2013 silam, Karawang masih menjadi kawasan primadona untuk membangun hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Akan tetapi menurut Vivi, pelan-pelan masyarakat lokal di Karawang mengalami perubahan dalam taraf hidup mereka. Bila dulunya dikenal sebagai MBR, kini status itu sudah berganti.

"Semakin majunya suatu kawasan tentu berdampak pada gaya hidup masyarakat di sekitarnya, begitu pun yang terjadi di Karawang. Semenjak ada hotel mewah, perumahan kelas menengah, department store, bahkan mal level atas, kehidupan masyarakat lokal di sana meningkat secara perlahan. Apalagi jika melihat standar penetapan UMP yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka," tutur Vivi.

Untuk itu, saat ini masyarakat Karawang sudah mampu membeli hunian non-subsidi, dengan harga kisaran Rp 300 juta hingga Rp 500 juta.

"Rata-rata masyarakat di sana itu kerja di pabrik-pabrik besar yang ada di Karawang. Tak heran jika mereka jadi percaya diri untuk beli rumah, mengingat penghasilan per bulan yang mumpuni dan pekerjaan tetap yang dimiliki," kata Vivi.

Karawang merupakan lokasi dari beberapa kawasan industri, antara lain Karawang International Industry City KIIC, Kawasan Surya Cipta, Kawasan Bukit Indah City atau BIC di jalur Cikampek (Karawang).

Salah satu industri strategis milik negara juga memiliki fasilitasnya di deretan kawasan industri tersebut, yaitu Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia yang mencetak uang kertas, uang logam, maupun dokumen-dokumen berharga seperti paspor, pita cukai, materai dan lain sebagainya.

Masih Dominan Masyarakat Lokal

Vivi mengemukakan bahwa konsumen perumahan di Karawang masih didominasi oleh masyarakat lokal.

"Warga lokal di sana pasti tidak mau terus-terusan ngontrak di wilayah sendiri. Akhirnya mereka mengumpulkan dana untuk beli rumah meski kebanyakan di tipe-tipe sederhana, sesuai dengan kemampuannya," jelas Vivi saat ditemui di kediamannya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Menurut catatan resmi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat, masyarakat urban yang menyerbu Karawang mencapai 80 orang per hari atau 2000 orang lebih per bulan. Namun di mata Vivi, kaum urban ini belum membawa dampak signifikan terhadap sektor properti.

“Biasanya kaum urban itu menetap karena menikah dengan orang Karawang asli, lalu mereka beli rumah deh. Ada juga yang jadi warga Karawang terus sewa atau beli rumah, karena tempat bekerjanya pindah ke sini. Ini karena pabrik industri di Karawang kan ada cukup banyak,” tuturnya.

Adapun bagi kaum urban yang berada di level manajerial, tak jarang juga mereka lebih menyukai menginap di hotel. Maka dari itu tak heran jika hotel-hotel bintang tiga maupun empat di Karawang selalu dipadati pengunjung pada weekday dan sepi saat weekend.

Namun Karawang tak melulu menyediakan rumah kelas menengah ke bawah. Sejumlah industri di Karawang mempekerjakan kaum ekspatriat di level eksekutif. Karena itu, ada sejumlah perumahan kelas menengah ke atas yang dibangun untuk memenuhi pasar ini.

Namun, karena warga negara asing tidak diizinkan memiliki properti di Indonesia, maka hunian kelas menengah ke atas ini menjadi buruan investor lokal untuk disewakan kembali.

"Kalau ekspat  lebih ke sewa, pilihannya ya rumah dengan tipe menengah-atas. Pas dengan anggaran yang diberi perusahaan untuk mereka, sekitar Rp 30 juta per tahun untuk sewa rumah," tandas dia. (Fathia A/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Video Terkini