Sukses

Rencana OPEC Bikin Harga Minyak Melonjak

Harga minyak dunia naik 1,4 persen ke level US$ 29,83 per barel didukung harapan pertemuan OPEC.

Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia menguat pada perdagangan awal pekan ini setelah mendapatkan harapan pemotongan produksi minyak. Langkah tersebut untuk membantu menyeimbangkan kelebihan pasokan di pasar.

Di New York Mercantile Exchange, harga minyak mentah light sweet untuk pengiriman Maret naik 39 sen atau 1,4 persen ke level US$ 29,83 per barel. Harga minyak mentah Brent untuk pengiriman April naik 0,9 persen atau 31 sen menjadi US$ 33,67 per barel.

Kenaikan harga minyak terjadi di tengah pembicaraan lanjutan antara anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Pembicaraan itu menjadi harapan di tengah OPEC akan menyetujui pemotongan pasokan.

Harga minyak mentah berjangka naik 12 persen pada Jumat pekan lalu. Kenaikan itu terbesar sejak 2009 setelah Menteri Energi Uni Emirat menyatakan negara-negara OPEC siap untuk bekerja sama tentang kemungkinan pengurangan produksi.

Kelebihan pasokan minyak telah menjadi penyebab terbesar penurunan harga minyak selama dua tahun terakhir. Namun, Arab Saudi, Iran dan Rusia enggan untuk memperhitungkan skala produksi.

Mereka khawatir produsen AS akan memperluas pangsa pasarnya. Karena itu, OPEC membuat produksi tetap tinggi dengan tujuan membuat harga minyak rendah sehingga akhirnya mengusir pesaing.

"Untuk Arab Saudi dan Iran tak tertarik untuk pangkas produksi tapi pada saat yang sama mereka juga tak ingin harga turun terlalu rendah karena harga minyak US$ 25 per barel tak membuat keuntungan," ujar Gordon Kwan, Kepala Riset Nomura untuk sektor migas, seperti dikutip dari laman Marketwatch, Selasa (16/2/2016).

Sebelumnya harga minyak bergerak melemah di awal pekan ini. Hal itu lantaran rilis data ekonomi China yaitu ekspor dan impor lebih rendah dari yang diharapkan. Ini membuat kembali kekhawatiran atas perlambatan ekonomi China.

"Pemicu utama dan terus menjadi sentimen dari permintaan China yang melemah. Di satu sisi ada kekhawatiran untuk produksi Iran dan Amerika Serikat," ujar Eugen Weinberg, Analis Commerzbank.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini