Sukses

Berapa Batas Maksimal BUMN Bisa Lepas Saham di Bursa?

Kementerian BUMN tengah menyusun roadmap perihal penawaran saham perdana (initial public offering/IPO)‎ BUMN.

Liputan6.com, Jakarta - Sampai saat ini belum banyak Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) yang menawarkan saham ke publik melalui Bursa Efek Indonesia (BEI).

Upaya mendorongnya, Kementerian BUMN tengah menyusun roadmap perihal penawaran saham perdana (initial public offering/IPO)‎ ini. Roadmap akan menjadi acuan BUMN yang dianggap mampu dan memiliki pengembangan bisnis yang cukup pesat untuk bisa melakukan IPO.

Lantas, berapa batasan besar saham yang bisa ditawarkan perusahaan plat merah‎ ke publik demi mendapatkan pendanaan baru?

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro‎ menyatakan, tidak ada batasan untuk hal itu.

"Tidak ada batasan seperti itu, lebih banyak melihat kebutuhan BUMN sendiri," kata Aloy saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Kamis (18/2/2016).

Menurut Aloy, besaran penawaran saham yang dilakukan BUMN tergantung dari prospek bisnis dan kebutuhan permodalan yang diperlukan. Hanya saja, mengingat BUMN adalah milik pemerintah, ada beberapa poin yang menurut dia harus diperhatikan.


Yang pasti, untuk tetap menjadi pemegang kendali perusahaan yang telah IPO, porsi kepemilikan pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN harus tetap lebih besar jika dibandingkan dengan saham yang dibeli publik.

Meski sebagian saham telah ditransaksikan melalui BEI, menurut Aloy, pihaknya juga bisa membatasi terhadap pihak-pihak asing yang membeli saham BUMN tersebut. Hal ini untuk menjaga imej supaya BUMN yang IPO itu tidak pro asing.

"Kita tetap yang pegang kendali. RUPS pun kita yang putuskan, tentunya tetap atas persetujuan seluruh pemegang saham," tegas dia.

Sementara itu, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu meminta agar Kementerian BUMN sebagai pemilik saham mayoritas atau yang ia sebut saham dwi warna, mengembalikan fungsinya.

"Dulu itu saham dwi warna sangat berperan sekali, ini untuk mengontrol BUMN, tapi sekarang ini nampak istilah itu tidak lagi berarti, jadi ini yang harus dikebalikan lagi," paparnya. (Yas/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini