Sukses

Jualan Sukri 008 Kupon 8,3%, Kemenkeu Incar Dana Rp 30 Triliun

Bagi yang berminat memesan Sukri 008, pemerintah dibantu oleh 26 agen penjual.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) melelang sukuk negara ritel seri SR-008 dengan imbal hasil atau kupon 8,3 persen. Dengan bantuan 26 agen penjual, target pemerintah meraup dana segar sampai Rp 30 triliun.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan mengaku, Kemenkeu membuka secara resmi masa penawaran sukri SR-008 yang akan dimulai pada 19 Februari hingga 4 Maret 2016. Pemerintah menjaminkan aset proyek kegiatan pemerintah yang ada di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, serta Barang Milik Negara (BMN).

"SR-008 memberi tingkat imbalan atau kupon 8,3 persen per tahun dengan tenor 3 tahun. Pembayaran imbalan dilakukan secara bulanan, setiap tanggal 10 dalam jumlah tetap," ujarnya saat PeluncuranSukri 008 di GedungKemenkeu,Jakarta, Kamis (18/2/2016).

Tingkat imbal hasil 8,3 persen pada seri SR-008, dinilai Robert sangat atraktif dan menarik para investor. Penentuan kupon ini, sambungnya, seiring dengan penurunan suku bunga atau BI Rate yang sudah mencapai level 7 persen. Perhitungan lainnya merujuk pada rata-rata kupon yang ditawarkan dalam surat utang dengan tenor sama.

"Imbal hasil 8,3 persen ini lebih menarik saat BI Rate turun. Sehingga meningkatkan basis investor domestik, pemegang surat utang negara yang saat ini masih didominasi asing dengan porsi 39 persen," jelas Bambang.

Minimum pemesanan Sukri Seri-008 sebesar Rp 5 juta dan Rp 5 miliar adalah batas maksimal. Tanggal penjatahan 7 Maret 2016, tanggal penerbitan 10 Maret 2016 dan jatuh tempo di 10 Maret 2019 atau tenor 3 tahun. Sementara pembayaran imbal hasil pertama kali dilakukan pada 10 April 2016.

Bagi yang berminat memesan Sukri 008, Robert mengaku, pemerintah dibantu 26 agen penjual. Terdiri dari 20 perbankan dan 6 perusahaan efek. Agen penjual tersebut, meliputi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Muamalat Indonesia Tbk, PT Bank Danamon Tbk.

Adapula, PT Bank Permata Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, PT BRISyariah, PT OCBC NISP Tbk, PT Bank Mega Tbk, PT Bank Panin Tbk, PT CIMB Niaga Tbk, PT Bank Maybank Indonesia Tbk, PT Bank DBS Indonesia, PT Bank ANZ Indonesia, Standard Chartered Bank, Citibank N.A, HSBC, PT Bahana Securities, PT Danareksa Sekuritas, PT Trimegah Securities Tbk, PT Sucorinvest Central Gani, PT Mega Capital Indonesia, dan PT MNC Securities.

"Kita targetkan meraup Rp 25 triliun-Rp 30 triliun. Kalau demand memang cukup tinggi, bisa di upsize sampai Rp 30 triliun walaupun agen penjual mampu menjualnya sampai Rp 43 triliun. Kita berikan komisi ke agen penjual 45 basis poin," terang Robert. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini